'Aqidatul Islamiyah
KELEBIHAN ILMU
Dalil yang mengenai kelebihan ilmu pengetahuan dari Al-Qur’an : ( Ali Imron Ayat 18 )
شَهِدَ
اللهُ أَنَّهُ لاَإِلٰهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلٰئكَةُ وَأُوْلُوْالعِلْمِ
قَائِماًَ بِالْقِسْطِ لاَإِلٰهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Allah
mengakui bahwa sesungguh nya tidak ada Tuhan selain dari padanya dan
Malaikat-malaikat mengakui dan orang-orang berilmu tegak dengan
keadilan”.
Lihatlah,betapa
Allah swt memulai dengan dirinya sendiri dan menduai dengan malaikat
dan menigai dengan ahli ilmu.cukuplah kiranya dengan ini buat kita
sebagai pertanda kemuliaan,keutamaan dan ketinggian orang-orang yang
berilmu.
Orang
berilmu itu ( ulama ) adalah pewaris dari Nabi-nabi,sebagai di maklumi
bahwa tak ada lagi pangkat di atas pangkat kenabian.dan tak ada lagi
kemuliaan yang melebihi dari kemuliaan menjadi ahli waris dari pangkat
tersebut.
Pada hadits di sebutkan “isi langit dan isi bumi meminta ampun untuk orang yang berilmu”.
Manakah
kedudukan yang melebihi kedudukan dimana para Malaikat di langit dan di
bumi selalu meminta ampun bagi yang berilmu.orang berilmu sibuk dengan
urusannya dan para malaikat sibuk pula dengan meminta ampun kepada Allah
bagi orang yang berilmu.
Nabi Muhammad saw bersabda : “iman itu tidak berpakaian,pakaiannya ialah taqwa,perhiasannya ialah malu,dan buahnya ialah ilmu.
Nabi Muhammad saw bersabda : “barang siapa memahami agama Allah niscaya dicukupkan Allah akan kepentingannya dan diberi rizqi di luar dugaan.
Nabi Muhammad saw bersabda : “Allah
berwahyu kepada Nabi Ibrohim ‘alaihissalam, “hai Ibrohim,bahwasannya
Aku maha tahu,menyukai tiap-tiap orang yang tahu (berilmu ).
Nabi Muhammad saw bersabda : “orang yang berilmu itu adalah kepercayaan Allah swt di bumi “.
Lihatlah
Nabi Muhammad saw membuat perbandingan antara ilmu pengetahuan dan
derajat kenabian,dan bagaimana Nabi mengurangkan kedudukan amal ibadah
yang tidak
Nabi Muhammad saw bersabda : “yang memberi syafaat pada hari kiamat ialah 3 golongan yaitu : para Nabi kemudian alim ulama’ dan kemudian para syuhada’.
Nabi
Muhammad saw bersabda : “antara orang ‘alim dan ‘abid seratus derajat
jaraknya,jarak antara dua derajat itu dapat di capai dalam masa tujuh
puluh tahun oleh serkor kuda pacuan.
Ibnu
Mubarok tidak memasukkan orang tak berilmu dalam golongan
manusia,karena pertanda utama yang membedakan antara manusia dan hewan
ialah ilmu,maka manusia itu adalah manusia,dimana ia menjadi mulia
karena ilmu,dan tidaklah yang demikian itu disebabkan kekuatan
dirinyaq,onta adalah lebih kuat dari pada manusia,bukanlah karena
besarnya,gajah lebih besar dari pada manusia, bukanlah karena
beraninya,binatang buas lebih berani dari pada manusia, bukanlah karena
banyak makannya,perut lembu lebih besar dari perut manusia.bukanlah
karena pergaulannya,burung pipit yang paling rendah lebih banyak bergaul
bila di banding dengan manusia.maka tegaslah,manusia itu di jadikan
untuk berhidmat kepada ilmu pengetahuan.
Fathul Mausuli rohimahumullah berkata: “bukanlah orang sakit itu apa bila tak mau makan ,minum dan obat lalu mati?
Menjawab orang disekelilingnya,benar.lalu meyambung Fathul Mausuli “
begitulah hati apa bila tak mau kepada ilmu pengetahuan dalam 3
hari,maka matilah hati itu.
Kita memohon kepada Allah akan husnul khotimah.
KEUTAMAAN BELAJAR
Ayat yang menerangkan keutamaan belajar yaitu firman Allah Ta’ala : ( s.Al-Baqoroh 122 )
فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍِ مِنْهُمْ طَائِفَةٌُ لِيَتَفَقَّهُوْا فِي لدِّيْنِ
“Mengapa tidak pula berangkat satu rombongan dari tiap-tiap golongan itu untuk mempelajari perkara agama”.
Dan firman Allah ‘Azza wa jalla: (s.An-Nahal 43 )
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ
“Maka bertanyalah kamu kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu.”
Adapun hadits Nabi saw diantara lain sabdanya: “barang siapa menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu maka dianugrahi Allah kepada nya jalan di surga.”
Dan sabda Nabi Muhammad saw, :
“bahwa sesungguhnya engkau berjalan pergi mempelajari suatu bab dari
ilmu adalah lebih baik dari pada engkau melakukan sholat seratus
rokaat.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “satu bab dari ilmu pengetahuan yang di pelajari seseorang adalah lebih baik baginya dari dunia dan isinya.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “tuntutlah ilmu walaupun kenegeri cina sekalipun.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “menuntut ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “menghadiri
majlis orang berilmu lebih utama dari pada mendirikan sholat seribu
rokaat,mengunjungi seribu orang sakit dan berta’ziah seribu janazah,” lalu orang bertanya: wahai Rosulullah dari membaca Al-Quran?,maka menjawab Nabi saw. “adakah berguna Al-Quran itu selain dengan ilmu?” 5
Imam As-syafi’I berkata: “menuntut ilmu adalah lebih utama dari pada berbuat ibadah sunah.
Abu’d-darda’ berkata: “barang siapa berpendapat bahwa pergi menuntut ilmu bukan jihad maka adalah dia orang yang kurang pikiran dan akal.”
Kita memohon kepada Allah taufiq yang baik.
KEUTAMAAN MENGAJAR
Ayat yang menerangkan keutamaan mengajar yaitu firman Allah ‘Azza wa jalla: (s.Al-Baqoroh 122)
وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“supaya mereka dapat memberikan peringatan kepada kaum nya bila telah kembali kepada mereka mudah-mudahan mereka berhati-hati.”
Yang di maksud ialah mengajar dan memberi petunjuk.
Dan firman Allah ta’ala: (s.Ali Imron 187)
6
وَإِذَ أَخَذَ اللهُ مِيْثَاقَ الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ للِنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُوْنَهُ
“Tatkala
diambil oleh Allah akan janji dari mereka yang di berikan kitab supaya
di terangkannya kepada manusia dan tidak di sembunyikannya.” Ini membuktikan akan kewajiban mengajar.
Nabi Muhammad saw bersabda:
“tidak di berikan Allah kepada seseorang yang berilmu akan ilmu
pengetahuan melaimkan telah diambilnya janji seperti yang diambilnya
kepada Nabi-nabi bahwa mereka akan menerangkan pengetahuan itu kepada
manusia dan tidak menyembunyikan.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “barang
siapa mempelajari satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada manusia
maka ia diberikan pahala tujuh puluh orang shiddiq(orang yang selalu
benar,membenarkan Nabi).”
Nabi Isa as bersabda: “barang siapa berilmu dan beramal serta mengajarkannya maka orang itu di sebut “orang besar” di srgala petala langit.”
7
Nabi Muhammad saw bersabda: “bahwa
Allah swt tidaklah mencabut ilmu pengetahuan dari seorang manusia yang
telah dianugrahi Nya tetapi pengetahuan itu pergi dengan meninggal nya
para ahli ilmu.tiap-tiap kali meninggal seorang ahli ilmu maka pergilah
bersamanya ilmu-ilmu pengetahuannya,sehingga tak ada yang tinggal lagi
selain dari orang-orang yang bodoh.jika di tanya lalu memberi fatwa
dengan tiada ilmu,maka sesatlah mereka sendiri dan menyesatkat pula akan
orang lain.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “barang
siapa mengetahui suatu ilmu lalu menyembunyikan nya maka dia diberikan
Allah kekang dengan kekang api neraka pada hari kiamat.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “bahwasanya
Allah swt,Malaikat-malaikat,isi langit dan bumi,sampai kepada semut di
dalam lobang dan ikan di laut,semuanya berdo’a kebajikan kepada orang
yang mengajar manusia.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “sepatah
kata kebajikan yang di dengar oleh seorang mu’min lalu diajarinya dan
diamalkannya,adalah lebih baik baginya dari ibadah setahun.”
8
Pada
suatu hari Nabi Muhammad saw keluar berjalan-jalan,lalu melihat dua
majlis.yang satu mereka itu berdo’a kepada Allah dengan sepenuh
hati,yang satu lagi mengajarkan manusia.maka bersabda Nabi Muhammad saw:
“adapun mereka itu bermohon kepada Allah ,jika dikehendaki Allah
maka dikabulkannya.jika tidak,maka ditolaknya.sedang mereka yang satu
majlis lagi mengajarkan manusia dan aku ini diutus untuk mengajar,” kemudian Nabi menoleh ke majlis orang mengajar,lalu duduk bersama mereka.
Nabi Muhammad saw bersabda: “di
bangkitkan aku oleh Allah dengan petunjuk dan ilmu adalah seumpama
hujan lebat yang menyirami bumi diantaranya ada sepotong tanah yang
menerima air hujan itu,lalu tumbuhlah banyak rumput dan
ilalang,diantaranya ada yang dapat membendung air itu,sehinga berguna
kepada manusia untuk di minum,menyiram dan bercocok tanam,dan ada
sebagian tempat yang tidak membendung air itu dan tidak dapat
menumbuhkan rumput.”
Al-Hasan ra.berkata: “kalau tak ada orang yang berilmu maka jadilah manusia itu seperti hewan.dengan mengajar
( 9 )
Para ahli ilmu,mengeluarkan manusia dari batas kehewanan kepada batas ke manusiaan.”
Karena
ilmu itu,kehidupan hari dari kebutaan,sinar mata dari kejholiman dan
tenaga badan dari kelemahan.dengan ilmu sampai ketempat orang baik.baik
dan derajat yang tinggi.memikirkan ilmu seimbang dengan
puasa.mengulanginya seimbang dengan mengerjakan sholat.dengan ilmu orang
that kepada Allah,beribadah,bertauhid menjadi mulia .menjadi wara’
menyambung silaturrahmi dan mengetahui halal dan harom.ilmu itu iman dan
amal itu pengikutnya.di ilhamkan ilmu kepada orang-orang berbahagia dan
di haromkan kepada orang-orang celaka.
Ya Allah tunjikilah kami jalan yang lurus.
( 10 )
|
PENJELASAN ILMU YANG FARDLU ‘AIN,FARDLU KIFAYAH,KEDUDUKAN ILMU KALAM DAN FIQIH
Berbeda
pendapat manusia mengenai ilmu yang menjadi fardlu ‘ain atas tiap-tiap
muslim.sampai berpecah lebih dari dua puluh golongan.kami disini tidak
menguraikannya secara terperinci.
Kesimpulannya,masing-masing
golongan itu menempatkan fardlu ‘ain pada ilmu yang dipilih nya.berkata
ulama’ ilmu kalam,”yaitu ilmu kalam yang fardlu ‘ain karena dengan ilmu
kalam di ketahui ke esaan Allah,zat dan sifatnya.” Berkat ulama’ fiqih “yaitu
ilmu fiqih yang fardlu ‘ain karena dengan ilmu fiqih di ketahui cara
beribadah,halal dan harom,apa yang di haromkan dan yang di halalkan dari
hukum mu’amalah.ulama’ fiqih berusaha dengan susah payah membentang apa
yang di perlukan masing-masing orang,sampai pada soal-soal yangjarang
terjadi.” Berkata ulama’ tafsir dan ulama’ hadits “ yaitu ilmu kitab dan
sunnah
( 11 )
yang
fardlu ‘ain karena dengan perantaraan keduanya bias sampai kepada
ilmu-ilmu yang lain seluruhnya,” berkata ulama’ tasawuf “ yaitu ilmu
tasawuf, di antara mereka mengatakan bahwa ilmu tasawuf itu ialah
pengetahuan seseorang dengan dirinya dan kedudukannya dari Allah ‘azza
wa jalla.di antara mereka mengatakan bahwa ilmu tasawuf itu ialah
mengetahui ke ikhlasan dan penyakit-penyakit yang membahayakan bagi diri
dan untuk membedakan antara langkah Malaikat dan langkah setan.diantara
mereka mengatakan bahwa ilmu tasawuf itu ilmu batin.dari itu di
wajibkan mempelajarinya bagi golongan tertentu.di mana mereka ahli untuk
itu dan dapat mena’wilkan kata-kata dari umumnya.
Demikianlah
sebenarnya mengenai pengetahuan yang fardlu ‘ain.artinya,mengetahui
cara amal perbuatan yang wajib.maka orang yang mengetahui pengetahuan
yang wajib dan waktu wajibnya.berarti dia sudah mengetahui ilmu
pengetahuan yang fardlu ‘ain.
Seorang
ahli fiqih ialah seorang yang tahu dengan undang-undang siasat,jalan
menengahi di antara orang banyak.apa bila bertengkar di bawah hukum hawa
nafsu.jadi
( 12 )
ahli
fiqih itu adalah guru dari sultan dan penunjuknya kepada jalan memimpin
dan mengatur rakyat banyak supaya teratur urusan duniawi dengan
kelurusan mereka.
Pada
setengah riwayat: “yang memikul beban itu ialah orang yang bekerja
dengan ria’ maka orang yang mau memikul resiko dengan menyatakan sesuatu
fatwa,sedang dia tidak di tugaskan untuk itu.maka dapat di paham akan
tujuan orang tersebut yaitu mencari kemegahan dan harta.”
Seorang
ahli fiqih memperkatakan tentang yang shah dari padanya.tentang yang
batal dan tentang syarat-syarat,dan tidaklah di perhatikan padanya
selain kepada lisan.dan hati tidaklah termasuk dalam lingkungan wilayah
seorang ahli fiqih.karena Nabi Muhammad saw meletakkan pemegang pedang
dan kekuasaan di luar hati.dengan sabdanya: “mengapa tidak engkau pisah
kan hatinya?.” Sabda itu di tujukan Nabi saw kepada seorang
pembunuh,yang membunuh orang yang telah mengucapkan kalimat islam dengan
alasan bahwa pengucapannya itu lantaran takut kepada pedang.
Mengenai
sholat,maka seorang ahli fiqih itu berfatwa dengan shah bila sholat itu
di kerjakan dengan bentuk segala perbuatan sholat serta jelas
syarat-syaratnya.meskipun lengah
( 13 )
dalam seluruh sholat dari awal sampai akhirnya.asyik berfikir menghitung penjualan di pasar,kecuali ketika bertakbir.
Sholat
semacam itu tidaklah bermanfa’at di akhirat.seumpama pengucapan dengan
lisan mengenai islam tak adalah mamfa’atnya.tetapi ahli fiqih berfatwa
dengan shahnya,artinya apa yang telah di kerjakan telah berhasil menurut
perintah dan hapuslah dari padanya hukum bunuh dan dera.
Adapun
khusyu’ dan menghadirkan hati yang menjadi amal perbuatan akhirat dan
dengan itu bermanfa’atlah amal jhohir.maka tidaklah di singgung-singgung
oleh ahli fiqih.kalaupun ada maka adalah diluar bidangnya.
Menurut
cerita,bahwa kadli Abu Yusuf memberikan hartanya pada ahir tahun kepada
istrinya dan ia sendiri menerima pemberian harta istrinya untuk
menghindari zakat,maka di ceritakan hal itu kepad imam Abu Hanifah
ra,imam Abu Hanifah menjawab: “itu dari segi fiqihnya benar,tetapi dari
fiqih duniawi.di akhirat kemelaratan nya lebih besar dari segala
penganiayaan.”
Adapun
ulama’ fiqih yang menjadi pemimpin ilmu fiqih dan pahlawan umut yakni
mereka yang madzhabnya mempunyai banyak pengikut.ada lima yaitu: Asy-Syafi’i, (14)
Malik,
Ahmad bin Hambal, Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsuri.Rohmat Allah kiranya
kepada mereka sekalian.masing-masing mereka adalah ‘abid (kuat
beribadah),zahid (tidak terpengaruh oleh dunia), ‘alim dengan semua ilmu
akhirat,paham akan kepentingan umat di dunia dan maksudnya dengan
fiqihnya itu adalah WAJAH ALLAH semata-mata.inilah lima perkara,dimana
yang di ikuti oleh ulama’ fiqih sekarang dari keseluruhannya.hanya satu
perkara saja,yaitu memburu dan bersangatan membuat fiqih itu
bercabang-cabang.karena yang empat perkara itu,tidaklah layak melainkan
untuk akhirat dan yang satu perkara itu adalah untuk dunia dan
akhirat.jikalau di maksudkan dengan dia itu akhirat,maka kuranglah
gunanya untuk dunia.
Marilah,sekarang
kami bentangkan hal ihwal mereka yang menunjukkan kepada empat perkara
tadi.karena pengetahuan mereka tentang fiqih sudah jelas.
Adapun
imam Asy-Syafi’i,maka yang menunjukkan ia seorang ‘abid adalah riwayat
yang menerangkan bahwa ia membagi malam tiga bagian: 1/3 untuk ilmu,1/3
untuk ibadah dan 1/3 lagi untuk tidur.
( 15 )
Ar-Rabi’ berkat: “ imam Asy-Syafi’I menghatamkan Al-Qur’an dalam bulan Romadhon enam puluh kali,semua itu dalam sholat.”
Al-Hasan Al-Karabisi berkata:
“Aku bersama imam Asy-Syafi’i bukan satu malam dia melakukan sholat
hamper 1/3 malam.tidak aku lihat dia melebihkan dari lima puluh
ayat,apabila dia perbanyak maka sampai seratus ayat.apabila membaca ayat
RAHMAT lalu berdo’a kepada Allah swt untuk dirinya sendiri dan untuk
sekalian kaum muslimin dan mu’minin.dan apabila ia membaca ayat ‘AZAB
lalu memohon perlindungan dan kelepasan dari padamya untuk dirinya
sendiri dan untuk orang mu’min lainnya.seakan-akan ia mengumpulkan harap
dan bersama dengan takut.”
Imam Asy-Syafi’i perena berkata: “Aku
tidak pernah kenyang selama 16 tahun,karena kekenyangan itu memberatkat
tubuh,mengesatkan hati,menghilangkan cerdik,menarik tidur dan
melemahkan orang yang kenyang itu dari beribadah.”
Lihatlah falsafatnya tentang penyakit-penyakit yang di timbulkan oleh kekenyangan,kemudian mengenai
( 16 )
kerajinannya beribadah.sampai ia meninggalkan kekenyangan karena ibadah.dan pokok beribadah ialah menyedikit makan.
Imam Asy-Syafi’i berkata: “tidak pernah aku bersumpah dengan nama Allah,baik dalam hal yang benar apalagi bohong.”
Lihatlah
betapa hormat dan tunduknya kepada Allah swt dan di buktikan oleh
demikian atas keyakinannya dengan kebesaran Allah swt.
Ditanyakan
imam Asy-Syafi’i tentang suatu masalah, maka ia diam.ketika di tanyakan
lagi,mengapa tuan tidak menjawab? Kiranya Allah merahmati tuan, maka
beliau menjawab: “aku berpikir sehingga aku mengetahui mana yang lebih baik,aku diam atau menjawab,”
Lihatlah,betapa
diawasinya lidahnya,sedang lidah itu adalah senjata yang paling
berkuasa bagi ulama fiqih dan paling payah mengekang dan
menundukkannya.dengan itu dia tidak berkata atau diam kecuali untuk
memperoleh keutamaan dan pahala.
Adapun zuhudnya maka berkata imam Asy-Syafi’i : “barang
siapa mendakwakan bahwa ia mengumpulkan antara cintanya kepada dunia
dan kepada Allah dalam hati nuraninya maka dia itu berbohong.” ( 17 )
Pada
suatu hari,imam Asy-Syafi’i keluar dari kamar mandi umum,lalu di
berikannya uang yang banyak kepada penjaga kamar mandi itu.pada suatu
hari tongkat nya jatuh dari tangannya,lalu tongkat itu diangkat orang
dan di serahkan kepadanya.maka untuk berterima kasih kepada orang
itu,lalu imam Asy-Syafi’i memberikan uang 50 dinar.
Kerahiman
hati imam Asy-Syafi’i adalah lebih terkenal dari pada apa yang di
ceritakan.pokok zuhud ialah kemurahan hati karena orang yang mencintai
sesuatu benda,akan memegangnya erat-erat.tidak ingin berpisah dari
padanya.maka orang tidak mau berpisah dari harta selain orang yang telah
kecillah dunia pada pandangannya,dan itulah arti zuhud.
Firman Allah swt (s.Fathir.28 )
إِنَّمَا يَخْشَي اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰؤُا
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hambanya ialah ulama.”
Maka imam Asy-Syafi’i tidaklah memperoleh ketakutan dan kezuhudan itu dari ilmu kitab berjual-beli dan sewa
( 18 )
-menyewa
dan lain-lain kitab fiqih,tetapi diperolehnya dari ilmu akhirat yang
bersumber dari Al-qur’an dan Hadits.karena hukum dari orang-orang yang
terdahilu dan yang kemudian.tersimpan di dalam keduanya.
Adapun
tentang ke ‘alimannya,mengetahui segala rahasia di dalam hati dan
ilmu-ilmu akhirat,maka dapatlah di kenal dari kata-kata hikmat yang
berasal dari padanya.
Menurut riwayat,pernah orang bertanya kepada imam Asy-Syafi’i tentang ria’,maka ia menjawab denga tegas.”
Ria’ adalah suatu mala petaka yang di timbulkan hawa nafsu untuk
mendindingi penglihatan mata hati ulama-ulama.mereka tertarik kepada
ria’ itu.di sebabkan salah pilihan jiwa maka binasalah segala amalan.”
Imam Asy-Syafi’i berkata: “
apabila engkau takut timbul ‘ujub pada amalanmu maka pandanglah kepada
rela Allah yang engkau cari.pada pahala yang engkau gemari,pada siksa
yang engkau ngeri,pada sehat yang engkau syukuri,pada bencana yang
engkau ingati.apabila engkau renungkan salah satu dari perkara-perkara
tadi maka kecillah rasa nya pada mata amalanmu itu.”
( 19 )
Lihatlah bagaimana imam Asy-Syafi’i menerangkan hakikat ria’ dan cara mengobati ‘ujub,dua macam penyakit besar bagi jiwa.
Imam Asy-Syafi’i berkata: “barang siapa tiada menjaga dirinya maka tak bergunalah ilmu nya.”
Abdul
Qodir bin Abdul ‘aziz adalah seorang sholeh yang wara’ lalu bertanya
kepada imam Asy-Syafi’i tentang masalah wara’ itu. Imam Asy-Syafi’i amat
suka menerima kedatangan nya karena wara’nya. Maka pada suatu hari
bertanyalah ia kepada imam Asy-Syafi’i . “mana yang lebih utama,sabar atau diuji atau di beri keteguhan hati?”
Maka
imam Asy-Syafi’i menjawab: “diberi keteguhan hati adalah derajat
Nabi-nabi,dan tak ada keteguhan hati itu selain sesudah di uji.apabila
di uji maka bersabar.apabila sudah bersabar maka teguhlah hati.tidaklah
engkau lihat bahwa Allah swt menguji Nabi Ibrahim kemudian memberikannya
ketetapan hati.Allah menguji Nabi Musa kemudian memberikannya ketetapan
hati.Allah uji Nabi Ayub kemudian memberikannya ketetapan hati.maka
ketetapan hati itu adalah derajat yang paling utama.
Firman Allah swt (s.Yusuf 21 )
( 20 )
وَكَذٰلِكَ مَكَّنَّا لِيُوْسُفَ فِيْ اْلأَرْضِ
“Dan begitulah kami teguhkan kedudukan Yusuf di muka bumi.”
Nabi Ayub sesudah menghadapi ujian besar barulah di beri kedudukan.
Firman Allah swt :
وَأٰتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَ مِثْلَهُمْ مَّعَهُمْ . أَلأية
“Kami berikan kepadanya pengikut-pengikut nya dan tambahannya lagi sebanyak itu pula.”
Kata-kata
tersebut dari imam Asy-Syafi’i menunjukkan betapa tingginya paham akan
rahasia yang terkandung dalam Al-Qur’an dan peninjauannya kedudukan
orang-orang yang menuju kepada Allah swt baik Nabi-nabi atau
wali-wali.semuanya itu adalah dari ilmu akhirat.
Imam Asy-Syafi’i di tanya, “bilakah seorang itu di pandang ‘alim?,” Ia menjawab: “apabila ia yakin pada suatu
( 21 )
ilmu
lalu diajarinya ilmu itu.kemudian ia menempuh ilmu-ilmu yang lain.maka
dilihatnya,mana yang belum di perolehnya.ketika itu barulah dia seorang
‘alim.
Ketahuilah!
Bahwa pokok yang menimbulkan keserupaan ilmu yang tercela dengan ilmu
yang terpuji ialah penyelewengan dan penukaran maksud-maksud yang
terpuji dengan tujuan-tujuan yang batil dengan pengertian-pengertian
yang tidak di kehendaki oleh orang-orang sholeh terdahulu dan oleh abad
pertama.
Yaitu
5 perkara : Fiqih,Ilmu,Tauhid,Tazkir dan Hikmah.inilah nama-nama ilmu
yang terpuji.orang-orang yang bersifat dengan nama-nama tadi,adalah
orang-orang yang berkedudukan tinggi dalam agama. Tetapi sekarang
nama-nama itu sudah dialihkan kepada pengertian-pengertian yang
tercela.sehingga hati lari dari pimpinan orang-orang yang bersifat
dengan pengertian-pengertian itu.karena pemakaian nama-nama itu kepada
mereka.
1. Fiqih
Telah di selewengklan pemakaiannya secara tertentu.tidak dengan dipindahkan dan diputarkan kepad yang lain.mereka
( 22 )
mereka
tentukan sekarang pemakaian fiqih itu kepada pengetahuan furu’ (cabang)
agama.yang ganjil mengenai fatwa.mengetahui sebab-sebab yang mendalam
dari fatwa itu.memperbanyak pembicaraan di dalamnya.menghafal kata-kata
yang berhubungan dengan fatwa tadi.
Maka orang yang amat mendalaminya banyak bebuat dan memberi tenaga kepadanya di sebut Al-Afqoh (yang ahli ilmu fiqih).
Pada
masa pertama dahulu,nama fiqih itu di tujukan kepada pengetahuan jalan
akhirat.kepada mengenal penyakit jiwa (bathin) dan yang merusak amal
perbuatan.teguh pendirian dengan pandangan leceh kepada dunia.sangat
menuju perhatian kepada ni’mat akhirat dan menekankan ketakutan di dalam
hati.
Firman Allah swt (s.At-Taubah 122):
لِيَتَفَقَّهُوْا فِيْ الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ
( 23 )
“untuk
mempelajari (berfiqih) dalam agama dan memberi peringatan kepada
kaumnya apabila telah kembali dari menuntut ilmu kepada mereka.”
Ilmu
yang menghasilkan pengertian dan penakutan itulah fiqih namanya.di
maksud dengan fiqih ialah,pengertian-pengertian ke imanan bukan
mengeluarkan fatwa.kata-kata Alfaqh dan Al-Fahm menurut bahasa ada dua
nama dengan satu arti dan di pergunakan demikian.menurut kebiasaan
pemakai.baik dahulu atau sekarang.
Firman Allah swt (s.Al-Hasyr 13):
لأَنْتُمْ أَشَدَّ رَهْبَةًَ فِي صُدُوْرِهِمْ مِّنَ اللهِ .ألاية
“kamu sangat di takuti dalam hati mereka,lebih dari Allah.”
Maka
di bawa oleh kurang takutnya kepada Allah dan besar penghormatannya
akan kekuasaan makhluk sehingga menjadi kurang faham (fiqih).
Sa’ad
bin Ibrahim Az-Zuhri ditanya oleh seseorang, “siapakah diantara
penduduk Madinah yang lebih Faham (fiqih)? “beliau menjawab: “ yang lebih kuat taqwanya
( 24 )
kepada Allah swt.”
Seakan-akan beliau memberi isyarat kepada hasil dari paham (fiqih).dan
taqwa adalah hasil dari ilmu bathin.bukan hasil dari fatwa dan hukum.
Nabi Muhammad saw bersabda: “apakah aku terangkan kepadamu orang ahli faham (fiqih) yang sebenarnya?.” Ya! Jawab mereka.maka Nabi bersabda: “orang
yang tidak memberikan putusan orang lain dari rahmat
Allah.menyelamatkan orang lain dari kutuk Allah.tiada membawa orang lain
kepada putus asa dari kasih saying Allah.dan tidak meninggalkan
Al-Qur’an karena gemar kepada yang lain.”
Farqad As-Subhi bertanya kepada Al-Hasan mengenai suatu hal,maka menjawab Al-Hasan: “kaum fuqoha (ahli fiqih) itu berselisih pendapat denganmu.” Kemudian Al-Hasan menyambung: “wahai
farqad adakah kamu melihat seorang ahli fiqih itu dengan matamu
sendiri? Bahwa seorang ahli itu adalah zuhud di dunia,gemar di
akhirat.bermata hati kepada agama,kekal beribadah kepada
Allah,wara’.mencegah dirinya dari membicarakan kekurangan orang
lain,memelihara dirinya dari harta subhat dan selalu menasehati orang
banyak.”
( 25 )
2. Ilmu
Perkataan
ini di pakai untuk pengetahuan mengenal zat,ayat-ayat dan perbuatan
Allah terhadap hamba dan makhluknya.sehingga ketika Umar wafat maka
berkata Ibnu Mas’ud: “sesungguhnya telah mati 9/10 ilmu.” Perkataan ilmu
itu dijadikan isim ma’rifah dengan Alif dan Lam,menjadi Al-ilmu,lalu di
beri penafsiran “mengetahui Allah.” Kemudian
di putarkan pula oleh mereka perkataan Al-ilmu itu pada maksud
tertentu. Sehingga dalam banyak hal,di perkenalkannya “orang berilmu” ialah
orang yang asik berdebat melawan musuh dalam masalah-masalah fiqih dan
lainnya.seorang tokoh ilmu pengetahuan orang yang tidak berbuat demikian
dan tidak menghabiskan waktunya untuk itu di hitung orang lemah,tidak
termasuk dalam bilangan ahli ilmu pengetahuan.ini juga suatu tindakan
dengan suatu penentuan.mengenai kelebihan ilmu dan ulama’.sebetulnya
sebagian besar di tujukan kepada ulama’ yang tahu akan
Allah,hukum,perbuatan dan sifat Allah.tetapi sekarang di pakai kepada
orang yang tidak tahu sedikitpun ilmu agama
( 26 )
Sealain
dari pertemuan-pertemuan perdebatan dalam masalah-masalah
khilafiah.dengan itulalu dia terhitung seorang ulama besar.serta
kurangnya mengenai tafsir,hadits,ilmu madzhab dan lainnya.
3. Tauhid
Tauhid
adalah suatu mutiara yang bernilai tinggi.mempunyai dua kulit,yang satu
lebih jauh dari isinya dari pada yang lain.lalu orang mengkhususkan
nama tauhid itu kepada kulit dan membuat penjagaan kepada kulit
itu,serta menyia-nyiakan penjagaan isi secara mutlak.
Kulit pertama: yaitu mengucapkan dengan lisan.
لاَإِلَهَ إِلاَّ الله
Ini dinamakan tauhid,tetapi ucapan tersebut mungkin datang dari seorang munafik yang berlawanan bathinnya dengan zhohirnya.
Kulit kedua:
yaitu tak ada di dalam hati perbedaan dan pertentangan,dengan
pengertian ucapan tadi bahkan isi hati sesuai dengan ke imanan itu dan
membenarkannya.itulah tauhid kebanyakan orang .dan para ahli ilmu kalam
( 27 )
sebagaimana di terangkan dahulu adalah penjaga dari kulit ini.
Ketiga: yaitu isi ,melihat keadaan seluruh nya datang pada Allah dengan tidak menoleh
kepada perantaraan dan beribadah kepadanya.dengan ibadah yang
semata-mata kepadanya tidak kepada yang lain. dan keluarlah dari tauhid
ini yang menuruti hawa nafsu.tiap-tiap orang yang menuruti hawa nafsunya
maka dia telah mengambil hawa nafsunya menjadi tuhannya.
Firman Allah swt (s.Al-Jatsiyah 23):
أَفَرَ أَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُ هَوَاهُ . الاية
“Adakah engkau melihat orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi tuhannya?.”
Nabi Muhammad saw bersabda:
أَبْغَضُ إِلَه عَبْد فِي اْلاَرْضِ عِنْدَ الله تَعَالَي هُوَ اْلهَوَي
( 28 )
“Tuhan dari seseorang di bumi yang sangat di marahi Allah ialah hawa nafsu.”
Dan
keluarlah dari tauhid yang tersebut di atas menaruh kemarahan kepada
orang lain dan menoleh ke pada mereka.maka orang yang melihat seluruhnya
berasal dari Allah swt.bagaimana akan marah kepada orang lain? dari itu
tauhid adalah mempunyai pengertian dalam tingkat ini,yaitu tingkat
orang-orang shiddiq (orang yang mempunyai kepercayaan penuh kepada
Allah).
Dari
itu perhatikanlah kemana di putarkan arti tauhid dan kulit mana yang di
pakai.maka bagaimana mereka mengambil itu menjadi pegangan untuk memuji
dan merasa bangga.dengan apa yang namanya terpuji.tetapi telah di
palsukan pengertian dari yang berhak pujian yang hakiki itu? Hal itu
seumpamanya kepalsuan orang yang pagi-pagi sudah menghadap qiblat
melakukan sholat shubuh dan membaca:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًَا
( 29 )
“Aku hadapkan wajahku kepada Allah yang menjadikan langit dan bumi,karena aku memeluk agama yang benar.”
Dan
adalah dia menghadap Allah tiap-tiap hari dengan kebohongan.sekiranya
wajah hatinya tidak benar menghadap Allah secara khusu’.
Sesungguhnya,jika maksudnya dengan “WAJAH” itu wajah secara zhohir maka adalah tujuan wajah nya ke KA”BAH dan tidak menuju kelain jurusan.
Ka’bah
tidaklah menjadi pihak bagi Allah yang menjadikan langit dan
bumi,sehingga mempunyai pengertian orang yang menghadap ke ka’bah
berarti menghadap ke pada Allah,maha suci Allah dari berpihak dan
berdaerah.adapun yang di maksud wajah itu adalah wajah hati.dan memang
itulah yang di maksud pleh tiap-tiap orang yang beribadah.maka bagaimana
dapat di benarkan ucapannya sedangkan hatinya bersimpang
siur,memikirkan kepentingan dan dan keperluan duniawiyah nya dan mencari
daya upaya mengumpulkan harta,kemegahan danmemperbanyak sebab-sebab dan
perhatian seluruhnya untuk harta itu.jadi bilakah ia menghadapkan
wajahnya kepada Allah.
( 30 )
Perkataan
“MENGHADAPKAN WAJAH” itu menerangkan hakikat tauhid seorang yang
bertauhid.yaitu tidak melihat melainkan yang ESA dan tidak menghadapkan
wajahnya melainkan kepada yang ESA.
Firman Allah swt (s. Al-An’am 92):
قُلِ اللهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُوْنَ
“Katakanlah! Allah,kemudian biarkanlah mereka main-main dengan percakapan kosongnya.”
Tidaklah di maksud katakanlah “itu,
perkataan” dengan lisan, karena lisan itu merupakan penterjemah
(pengalih bahasa dari dalam). Sekali dia benar sekali dia bohong.maka
tempat untuk melihat Allah yang di terangkan oleh lisan itu ialah
hati,hatilah tambang tauhid dan sumbernya.
4. Zikir
Frman Allah swt (s.Adz-Dzariyat 55):
وَّذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَي تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ
( 31 )
“Berilah mereka peringatan (tazkir), karena peringatan itu berguna untuk orang-orang yang beriman.”
Banyak Hadits Nabi Muhammad saw yang memuji majlis dzikir seperti sabdanya: “apakah kamu melewati kebun surga,maka bersenang-senanglah di dalamnya.” Adapun kebun surga itu adalah majlis dzikir.
Dalam suatu hadits:
“ Allah swt mempunyai banyak malaikat yang mengembara di dunia selain
para malaikat yang ada hubungannya dengan makhluk. Apabila mereka
melihat majlis dzikir,lalu mereka panggil satu sama lain.dengan
mengatakan: pergilah kepada kesayanganmu masing-masinga! Lalu pergilah
mereka mengelilingi dan mendengar.”
Kebanyakan
orang-orang pada masa sekarang mengambil yang demikian itu lalu
membiasakan dengan cerita-cerita,sya’ir-sya’ir,do’a-do’a dan kata-kata
yang tidak di pahami dan pemutaran perkataan-perkataan agama.
Ahmad berkata: “yang paling banyak berdusta diantara manusia ialah tukang cerita dan peminta-minta.
Maka inilah TAZKIR yang terpuji pada agama yang di gerakkan pelaksanaannya,oleh hadits yang di rowikan Abuzar
( 32 )
seperti berikut:
“mengunjungi majlis ilmu adalah lebih utama dari pada mengerjakan
sholat 1000 roka’at,mengunjungi majlis ilmu adalah lebih utama dari pada
mengunjungi 1000 orang sakit,mengunjungi majlis ilmu adalah lebih utama
dari pada berta’ziah 1000 janazah.”
“Atho’ berkata: “majlis zikir itu menutupkan 70 majlis yang sia-sia (tempat tontonan).”
Imam
Ahmad bin Hambal berkata: “alangkah perlunya manusia kepada tukang
cerita yang benar.jika cerita itu termasuk cerita Nabi-nabi yang
berhubungan dengan urusan agama dan tukang cerita itu benar dan
ceritanya tidak salah maka menurut saya (Imam Ahmad Bin Hambal) di
perbolehkan.”
Dari
itu waspadalah dari majlis cerita bohong adapun cerita mengenai
peristiwa-peristiwa yang menunjukkan banyak kesalahan dan
keteledoran,maka itu menghambat orang awam dari mengetahui
maksudnya.atau cerita itu meruoakan kesalahan yang di tambahkan kemudian
orang awam berpegang kepadanya dengan keteledoran dan kesalahannya dan
menganggap dirinya dapat di ma’afkan.dia beralasan bahwa hal itu berasal
dari beberapa ulama
( 33 )
terkemuka
dan terkenal.dia berkata bahwa sekiranya kita bersalah maka tak ragu
lagi, telah bersalah lebih dahulu kepada Allah orang-orang yang lebih
besar dari kita. Hal tersebut tadi menunjukkan keberaniannya menghasapi
Allah swt. dengan tidak sadar.
Apabila
diri telah terpelihara dengan yang dua itu yakni dengan alasan telah di
kerjakan oleh sebagian ulama dengan alasan bahwa kalau berdosa maka
telah berdosa sebelumnya orang-orang yang terkemuka,lalu dikatakanlah: cerita itu tidak mengapa.
Dalm hal ini.yang di maksud cerita-cerita yang terpuji yang terdapat dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab hadits.
Adapun
SYATHO (kata-kata yang tidak di pahami) tampaknya menarik dengan
susunan yang mengagumkan,sedang di balik itu tak ada faedah nya sama
sekali.
Tidak
dapat di pahami itu adakalanya oleh yang mengucapkannya sendiri.karena
timbul gangguan pikiran dan kacau balau hayalan di sebabkan kurang
mendalami maksud kata-kata yang menarik perhatian itu.inilah yang
terbanyak.
Dan adakalahnya dapat di pahaminya tetapi tidak sanggup
( 34 )
Memahaminya
sampai dapat melahirkan kata-kata yang menunjukkan isi hatinya. Karena
kurang berpengetahuan dan tidak mempelajari cara melahirkan suatu maksud
dengan susunan kata yang menarik.
Perkataan
yang semacam ini pun tak ada faedahnya selain dari pada mengacau
balaukan jiwa mengganggu fikiran dan membawa keraguan bagi hati.atau di
pahaminya menurut maksud yang sebenarnya,tetapi pemahaman itu di dorong
oleh hawa nafsu dan kepentingan diri sendiri.
Nabi Muhammad saw bersabda: “
tidaklah seseorang dari pada kamu menerangkan suatu hadits kepada
segolongan manusia yang tiada memahaminya selain dari pada mendatangkan
fitnah kepada mereka itu.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “berbicaralah
dengan orang banyak dengan kata-kata yang dapat di pahaminya dan
tinggalkanlah persoalan yang di tantang mereka,adakah kamu bermaksud
mendustai Allah dan Rasulnya?.”
Adapun
THAM-MAT ( pemutaran perkataan-perkataan agama ) termasuk di dalamnya
apa yang memuat mengenai SYATHOH. Dan suatu hal lain yang khusus dengan
THAM-MAT itu .yaitu pemutaran perkataan-perkataan agama dari
( 35 )
Zhohirnya
yang mudah di pahami,kepada urusan bathin yang tidak ada padanya
menonjol faedah seumpam kebiasaan golongan kebathinan memutar balikkan
maksud.ini termasuk kesalahan besar, karena perkataan-perkataan itu
apabila di putar dari tujuan zhohirnya tanpa berpegang teguh padanya.
Menurut yang di nukilkan dari Nabi Muhammad saw. Dan tanpa suatu
kepentingan yang di perlukan sepanjang petunjuk akal fikiran.maka yang
demikian itu membawa hilang kepercayaan kepada perkataan itu sendiri.dan
lenyaplah kegunaan kalam Allah swt dan kalam Rosul Nya.lalu apa yang
segera terbawa kepada pemahaman tidaklah dapat di percayai lagi dan yang
bathin itu tak ada ketentuan baginya.tetapi timbullah pertentangan
dalam hati,dan memungkinkan penempatan perkataan itu kedaloam beberapa
corak.
Sesungguhnya
tujuan dari orang-orang pembuat THAM-MAT itu ialah menciptakan yang
ganjil, karena jiwa manusia adalah condong kepada yang ganjil.dan merasa
enak memperoleh yang ganjil.
Dengan cara tersebut,sampailah kaum kebathinan itu meruntuhkan semua syari’at dengan penta’wilan zhohiriah
( 36 )
Dan
menempatkannya menurut pendapat mereka itu sendiri sebagaimana telah di
ceritakan mengenai madzhab-madzhab kaum kebathinan itu dalam kitab “Al-Mustadhari” yang di karang untuk menolak golongan tersebut.
Contoh
memutar balikkan ( penta’wilan ) golongan THAM-MAT itu antara lain kata
mereka tentang penta’wilan Firman Allah swt ( s.Thoha 24 ):
إِذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
“pergilah kepada Fir’an itu sesungguhnya dia itu durhaka.”
Bahwa
itu adalah isyarat kepada hatinya dan mengatakan bahwa hatilah yang di
maksud dengan fir’aun itu.dan hatilah yang durhaka kepada tiap-tiap
manusia.
Firman Allah swt (s.Al-Qoshosh 31 ):
وَ أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ . الاية
“Dan campakkanlah tongkatmu.”
( 37 )
Lalu
perkataan tongkat itu di putar kepad tiap-tiap sesuatu tempat
bersandar,dan berpegang selain dari Allah.itulah yang harus di campakkan
dan di buang jauh.
Nabi Muhammad saw bersabda:
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِى السُّحُوْرِ بَرَكَة
“Bersahurlah kamu! Karena pada sahur ada berkahnya.” Lalu
diputarkan kepada meminta ampun kepada Allah pada waktu sahur,bukan
lagi maksudnya makan sahir itu sendiri.karena Nabi sendiri makan sahur
dan bersabda: “Bersahurlah! Marilah kita kepada makan yang mengandung berkah ini.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “Barang siapa menafsirkan Al-Qur’an menurut pandapatnya sendiri maka di sediakan untuknya suatu tempat dari api neraka,”
pengertian selain dari cara inilah,yaitu maksud dan pendapatnya adalah
menetapkan dan membuktikan sesuatu.lalu menarik penyaksian Al-Qur’an
kepadanya serta membawa kitab suci di luar petunjuk kata-kata,baik
menurut bahasanya atau menurut yang di nukilkan ( naqliah ).
( 38 )
Barang siapa membolehkan
dari golongan THAM-MAT, menggunakan memutar balikkan seperti itu serta
di ketahuinya bahwa yang demikian tidaklah yang di maksud dengan
perkataan-perkataan itu dan mendakwakan bahwa tujuannya ialah mengajak
manusia kepada Allah,maka sikap yang demikian itu samalah dengan orang
yang membolehkan membuat-buat dan mengada-adakan sesuatu terhadap Nabi
Muhammad saw, karena berdasarkan kebenaran tetapi tidak dio ucapkan oleh
agama.seperti orang yang mengada-adakan hadits Nabi Muhammad saw dalam
suatu persoalan yang di pandang benar.
Nabi Muhammad saw bersabda: “ Barang siapa berbuat dusta kepadaku dengan sengaja maka ia telah menyediakan tempatnya dari api neraka.”
5. Hikmah
Ialah suatu hal yang di puji Allah swt dengan firmannya (s.Al-Baqoroh 269):
يُؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَأُ وَمَنْ يُّوْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوْتِيَ خَيْراًَ كَثِيْراًَ . الاية
( 39 )
“Dianugrahinya
hikma kepada siapa yang di kehendakinya dan barang siapa di anugrahi
hikmah maka dia telah di anugrahi banyak kebijakan.’
Nabi Muhammad saw bersabda: “satu kalimat dari hikmah yang di pelajari oleh seorang adalah lebih baik baginya dari pada dunia serta isinya.”
Nabi Muhammad saw bersabda; “ mulanya islam itu adalah asing dan akan kembali asing seperti semula. Maka berbuat baiklah kepada orang-orang asing itu.” Maka shahabat bertanya kepada Nabi,siapakah orang asing itu?. Nabi menjawab: “mereka
yang merperbaiki apa yang telah di rusakkan manusia dari sunahku dan
mereka yang menghidupkan apa yang telah di matikan manusia dari
sunahku.”
Nabi Muhammad saw bersabda: “ orang-orang
asing itu adalah manusia yang sedikit jumlahnya dan orang-orang baik
diantara manusia banyak,yang memarahinya lebih banyak dari pada yang
mencintainya.”
( 40 )
|
BATAS TERPUJI DARI ILMU
YANG TERPUJI DAN BAHAYA
BERDEBAT
Sesungguhnya
pada tiap-tiap ilmu pengetahuan itu ada yang singkat yaitu yang
sekurang-kurangnya. ada yang sedang yaitu di tengah-tengah.dan ada yang
lebih jauh lagi dari yang sedang itu.itu tidak terselesaikan sampai
akhir hayat.
Maka
hendaklah anda menjadi salah seorang dari dua,adakalahnya berusaha
untuk diri sendiri dan adakalahnya untuk orang lain sesudah
menyelesaikan yang untuk diri sendiri itu.janganlah berusaha untuk orang
lain sebelum siap yang untuk diri sendiri.
Bila
anda telah selesai dari urusan diri sendiri dan diri anda itu telah
bersih dan sanggup meninggalkan dosa zhohir dan dosa bathin dan yang
demikian itu telah menjadi darah
( 41 )
daging
dan kebiasaan yang mudah di kerjakan dan tidak akan ditinggalkan
lagi.maka barulah anda bekerja dalam lapangan fardlu kifayah dan
peliharalah secara berangsur-angsur mulai dengan kitabullah kemudian
sunah Nabi kemudian dengan ilmu tafsir dan lain-lain ilmu
Al-Qur’an.yaitu ilmu nasikh dan mansukhnya.mafshul,maushul,muhkam dan
mutasyabih. Demikian juga dengan sunah.
Kemudian
berusahalah dengan ilmu furu’,yaitu ilmu mengenai madzhab dari ilmu
fiqih tanpa membicarakan masalah khilafiah.kemudian berpinda kepada
ushul fiqih.demikianlah terus sampai kepada ilmu-ilmu yang lain.selama
nyawa masih di kandung badan dan selama waktu mengizinkan.
Janganlah
anda menghabiskan umur pada suatu pengetahuan saja dari
pengetahuan-pengetahuan itu karena hendak mendalami benar-benar.sebab
ilmu itu banyak dan umur itu pendek.dan ilmu pengetahuan itu adalah alat
dan pengantar.dia tidaklah menjadi tujuan yang sebenarnya,tetapi
sebagai alat untuk menuju kepada yang lain.
Mengenai ilmu bahasa umpamanya singkatkanlah sekedar dapat memahami dan berbicara dengan bahasa arab itu. Dan
( 42 )
di
pelajari yang luar biasa dari ilmu bahasa itu untuk dapat di pahami
yang luar biasa pula dari susunan Al-Qur’an dan hadits. Tinggalkanlah
memperdalaminya dan singkatkanlah dari ilmu tata bahasa ( ilmu nahwu )
itu sekedar yang berhubungan dengan kitab suci dan sunnah Nabi.
Sebab-sebab
dari madzhab adalah tersebut dalam madzhab itu sendiri.dan penambahan
dari pada nya adalah merupakan perdebatan yang tidak di kenal oleh
orang-orang terdahulu dan oleh para shahabat merekalah sebetulnya yang
lebih mengetahui dengan sebab-sebab fatwa dari orang-orang lain.bahkan
perdebatan (mujadalah) itu di sampimping tak ada faedahnya dalam ilmu
madzhab adalah mendatangkan kemelaratan yang merusak rasa indah nya
fiqih.
Orang
yang menyaksikan mengira bahwa dia adalah seorang ahli fatwa (mufti)
dalam memberikan fatwanya.apabila benar rasa indah perasaannya kepada
fiqih.
Orang
yang sifatnya sudah membiasakan perdebatan maka hati nuraninya
menyakini kepada tujuan perdebatan itu dan tidak berani lagi melahirkan
perasaan indah ilmu fiqih.
Orang yang berbuat serupa itu adalah mencari kemasyhuran dan kemegahan dengan topeng ingin
( 43 )
mempelajari
sebab-sebab dari madzhab,kadang-kadang umurnya habis di situ saja dan
tak mau pindah cita-citanya kepada ilmu pengetahuan madzhab.
Firman Allah swt (s. Az-Zukhruf 58)
مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاًَ بَلْ هُمْ قَوْم خَصِمُوْنَ
“Mereka menimbulkan soal itu hanyalah untuk membantah saja.sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.”
Pada suatu Hadits : “ Manusia yang amat di murkai Allah ialah yang suka bertengkar.” Dan Hadits lain : “ Tidak di berikan kepada suatu kaum akan bijak berkata-kata kecuali mereka itu meninggalkan bekerja.”
Amat
besar perhatian masyarakat kepada ilmu fatwa dan hukum karena sangat di
perlukan,baik di daerah-daerah atau di pusat pemerintahan.
Sesudah
itu lahirlah dari orang-orang terkemuka dan pembesar-pembesar golongan
yang suka memperhatikan percakapan manusia tentang kaidah-kaidah
kepercayaan dan tertarik hatinya mendengar dalil-dalil yang
( 44 )
dikemukakan.maka
timbullah kegemaran bertukar fikiran dan berdebat dalam ilmu fiqih.
Perhatian orang banyakpun tertumpah kepada ilmu itu.lalu di perbanyak
karangan dan di susun cara berdebat.dan di keluarkanlah ulasan mana
kata-kaya yang bertentangan.
Mereka
mendakwahkan bahwa tujuannya ialah merpertahankan agama Allah.dan
sunnah Nabi serta membasmi bid’ah sebagai mana orang-orang sebelum
mereka ini.mendakwahkan untuk agama dengan bekerja dalam lapangan fatwa
dan mengurus perihal hukum karena belas kasihan kepada manusia dan untuk
pengajaran kepada mereka.
Maka
manusiapun sedikit-demi sedikit mulai meninggalkan ilmu TAUHID dan
mereka terjun kedalam masalah-masalah khilafiah,mereka mendakwahkan
bahwa maksudnya adalah mencari hukum agama secara mendalam.menetapkan
sebab-musabab madzhab dan memberikan pengantar bagi pokok-pokok
fatwa.lalu memperbanyak karangan dan pemahaman hukum,di susun
bermacam-macam cara berdebat dan mengarang.keadaan itu di teruskan
mereka sampai sekarang ini.
( 45 )
Adapun
maksud perdebatan yang benar itu adalah mencari kebenaran supaya
kebenaran itu nyata karena kebenaranlah yang di cari.bertolong-tolongan
membahas ilmu dan melahirkan isi hati itu ada faedah dan gunanya dalam
bermusyawarah yang diadakan mereka seperti musyawarah mengenai masalah
nenek laki-laki,saudara laki-laki dalam soal waris.hukum minuman
khomar,masalah pusaka dan lainnya.
Benar bahwa bertolong-tolong mencari kebenaran itu sebagian dari agama,tetapi mempunyai syarat-syarat yaitu :
SYARAT PERTAMA
Bahwa
tidak bekerja mencari kebenaran yang termasuk dalam fardlu kifayah
sedangkan orang-oarang belum lagi menyelesaikan fardlu ‘ain, lalu
mengerjakan fardlu kifayah dengan dakwaan bahwa maksud nya benar, itu
adalah pendusta.
Yang
jelas,orang-orang yang asyik bertengkar itu menyia-nyiakan urusan yang
telah di sepakati atas fardlu ‘ain nya. Orang yang di hadapkan kepadanya
untuk mengembalikan
( 46 )
barang
simpanan sekarang juga,lalu dia berdiri tegak bertakbir melakukan
sholat suatu ibadah yang mendekatkan manusia kepada Allah,adalah dosa.
Jadi
tidak cukup untuk menjadi seorang yang ta’at,sebab perbuatannya
termasuk perbuatan ta’at sebelum di sempurnakan waktu, syarat dan tata
tertib pada mengerjakannya.
SYARAT KEDUA
Bahwa
tidak melihat fardlu kifayah itu lebih penting dari perdebatan,jika ia
melihat ada sesuatu yang lebih penting lalu mengerjakan yang lain maka
berdosalah ia atas sikapnya itu. Contoh : seumpama orang yang melihat
rombongan orang kehausan yang hampir binasa dan tak ada yang
menolongnya,orang tadi sanggup menolong dengan memberikan air minum,
tetapi dia pergi mempelajari berbekam dengan mendakwakan bahwa pelajaran
berbekam itu termasuk fardlu kifayah dan kosong negeri dari pengetahuan
berbekam maka akan binasalah manusia dan kalau di katakana kepadanya
bahwa dalam negeri banyak ahli
( 47 )
Bekam
dan lebih dari cukup,lalu di jawabnya bahwa ia tidak dapat merobah
pekerjaan berbekam menjadi tidak fardlu kifayah lagi. Maka peristiwa
orang yang pergi mempelajari berbekam dan menyia-nyiakan nasib orang
yang menghadapi bahaya kehausan itu. Dari orang muslimin samalah halnya
dengan peristiwa orang yang asyik mengadakan perdebatan sedang dalam
negeri terdapat banyak fardlu kifayah yang di sia-siakan tak ada yang
mengerjakannya.
SYARAT KE TIGA
Adapun
orang yang tidak dalam tingkat ijtihad dan memang begitulah keadaan
orang sekarang, maka berfatwalah dia dalam persoalan yang dinyatakan
kepadanya menurut madzhab yang dianutnya. Kalau ternyata lemah
madzhabnya maka tak boleh di tinggalkannya.
Dari itu,apakah faedahnya ia mengadakan perdrbatan sedang madzhab sudah di kenal dan dia tak boleh berfatwa dengan yang lain.
Kalau ada yang sulit dia harus mengatakan : semoga ada jawaban tentang ini pada yang punya madzhabku, karena aku
( 48 )
tidak berdiri dengan ber-ijtihad pada pokok-pokok agama.
Kalau
ada pembahasan mengenai persoalan yang mempunyai dua pendapat dari yang
punya madzhab itu sendiri, maka dalam hal ini dapat meragukan
baginya,mungkin dia berfatwa dengan salah satu dari dua pendapat itu
karena sepanjang penyelidikan nya ia condong kepada yang satu itu, maka
tak adalah sekali-kali jalan untuk berdebat dalam hal tersebut.
SYARA KE EMPAT
Tidak
di perdebatkan selain dalam persoalan yang terjadi atau biasanya akan
terjadi dalam waktu dekat karena para shahabat tidak mengadakan
musyawarah selain dalam persoalan yang selalu terjadi atau biasanya
terjadi seumpama persoalan warisan (faraidl).
SYARAT KE LIMA
Bahwa
perdebatan itu lebih baik diadakan pada tempat yang sepi dari pada di
hadapan orang ramai dan di muka para pembesar dan penguasa.pada tempat
yang sepi pemikiran itu
( 49 )
Dapat di pusatkan dan lebih layak untuk memperoleh kejernihan hati,pikiran dan kebenaran.
Kalau di muka umum dapat mengerakkan ria,mendorong masing-masing pihak untuk menjadi pemenang, benar atau salah.
Anda
tahu bahwa orang suka ketempat umum dan di hadapan orang banyak
tidaklah karena Allah,kalau di tempat yang sepi masing-masing mau
memberikan kesempatan waktu kepada kawannya untuk berfikir,kadang-kadang
di ajukan saran dan di biarkan tidak menjawab dengan tepat.
Tetapi
bila di muka umum atau di hadapan pertemuan besar,masing-masing pihak
tidak mau meninggalkan kesempatan,sehingga maunya dia saja yang
berbicara.
SYARAT KE ENAM
Bahwa
dalam mencari kebenaran itu tak ubahnya seperti orang mencari barang
hilang. Tidak ada perbedaan baik barang tersebut di temukan oleh dirinya
sendiri atau orang lain yang menolongnya.
Dia memandang temannya berdebat itu penolong, bukan
( 50 )
Musuh,ucapkanlah
terima kasih. Waktu di beri tahu kesalahan nya.umpama kalau dia
mengambil jalan mencari barang yang hilang itu berada pada jalan yang
lain. tentu akan di ucapkan nya terima kasih,bukan dimakinya.tentu akan
di mulyakannya dan di sambut nya dengan gembira.
Demikianlah
adanya musyawarah para shahabat Nabi itu.seorang wanita pernah
membantah keterangan shahabat Umar,dan menerangkan kepadanya yang
benar,di waktu umar sedang berpidato di hadapan rakyat,maka shahabat
menjawab: “ benar wanita itu dan salah laki-laki ini.”
Seorang
laki-laki bertanya kepada shahabat Ali,lalu shahabat Ali memberi
jawaban atas pertanyaan itu.lalu laki-laki tadi berkomentar: bukan
begitu wahai Amirul mu’minin, tetapi begini dan begitu,maka shahabat Ali
menjawab: “Anda benar dan aku salah.diatas tiap-tiap yang berilmu ada lagi yang lebih berilmu.”
Lihatlah
tukang-tukang berdebat masa sekarang ini,apabila kebenaran itu dating
dari mulut lawatnya maka merahlah mukanya,dia merasa malu dan berusaha
sekuat tenaganya menentang kebenaran tadi dan di cacinya orang yang
telah mematahkan keterangan nya itu.
( 51 )
SYARAT KE TUJUH
Jangan
di larang teman yang berdebat berpindah dari satu dalil kelain dalil
dan dari satu persoalan kelain persoalan,demikianlah adanya perdebatan
‘ulama salaf pada masa yang lampau.
Dan
janganlah dari mulut orang yang berdebat itu meluncur bentuk
pertengkaran yang tidak baik terhadap dirinya sendiri atau terhadap
orang lain seumpama katanya: “ini tidak perlu saya sebutkan. Itu bertentangan dengan keterangan saudara yang pertama, dari itu tidak diterima.”
Sebenarnya
kembali kepada kebenaran adalah merombak yang batil dan wajib
diterima.dan janganlah majlis perdebatan menghabiskan waktunya menolak
dan bertengkar sampai sampai memberi keterangan dengan alasan-alasan
sangkaan.
Untuk menolak alasan tadi,lalu yang sepihak lagi bertanya : “apakah keterangannya maka untuk menetapkan hukum masalah itu,di dasari kepada alasan tadi ?”
Pihak pertama menolak dengan mengatakan : “itulah
yang ada padaku,kalau ada pada saudara yang lebih terang dan kuat dari
itu coba terangkan supaya saya dengar dan saya perhatikan!”
( 52 )
Maka terus-meneruslah orang itu bertengkar dan menyebut kata-kata yang lain lagi.seumpama : “saya tahu tetapi tidak mau saya sebutkan,sebab tidak perlu saya menyebutkannya!.
Bertele-tele
dengan soal dan jawab,pihak yang mengatakan bahwa dia tahu,tetapi tidak
bersedia menerangkannya.alasan tidak perlu,adalah bohong,membohongi
agama.karena bila sebenarnya ia tidak tahu.tetapi mengatakan tahu supaya
lawannya lemah,maka dia adalah seorang pendusta dengan mengatakan
tahu,padahal tidak.
Kalau benar ia tahu,maka dia menjadi seorang fasiq karena menyembunyikan apa yang di ketahuinya dari ilmu agama.
Perhatikanlah
musyawarah para shahabat dan soal jawab para ‘ulama salaf! Adakah anda
mendengar semacam itu ? adakah di larang orang berpindah dari satu dalil
ke dalil yang lain.dari qias perkataan shahabat dan dari Hadits ke Ayat
? tidak,bahkan seluruh perdebatan mereka termasuk kedalam golongan
tadi,karena mereka menyebutkan apa yang tergoris di hati dengan tidak
sembunyi-sembunyi dan masing-masing
( 53 )
Mendengarkannya dengan penuh perhatian.
SYARAT KE DELAPAN
Bahwa
perdebatan itu diadakan dengan orang yang di harapkan ada faedahnya
bagi orang itu seperti orang yang sedang menuntut ilmu.
Biasanya
sekarang ini, mereka menjaga jangan sampai berdebat dengan tokoh-tokoh
agama yang terkemuka dalam lapangan ilmu pengetahuan karena takut nanti
dating kebenaran dari mulut tokoh agama itu. dari itu mereka memilih
orang yang lebih rendah ilmunya karena mengharap tidak ada yang
menandinginya.
Ketahuilah
dan yakinlah bahwa perdebatan yang di adakan dengan tujuan mencari
kemenangan,menundukkan lawan,melahirkan kelebihan dan kemuliaan
diri,membesarkan mulut di depan orang banyak,ingin kemegahan dan
kebebasan serta ingin menarik perhatian orang,adalah sumber segala budi
yang tercelah pada Allah.
Seorang pendebat tidak terlepas dari sifat dengki,karena dia sekali menang,sekali kalah,sekali ucapannya di puji orang
( 54 )
Sekali ucapanya tidak di puji orang.
Dengki
adalah api yang membakar,orang yang menderita penyakit dengki di dunia
memperoleh adzab dan di akhirat lebih hebat dan dahsyat lagi.
Ibnu Abbas berkata : “
Ambillah ilmu pengetahuan di mana saja kamu berada,dan janganlah kamu
terima (ambil) perkataan Fuqoha’ apabila diantara sesame mereka itu
berselisih satu sama lainnya.”
Si
pendebat itu senantiasa mencari kekurangan lawannya,sehingga bila
datang seorang pendebat lain ketempatnya lalu di carinya orang yang
dapat menerangkan rahasia hidup pendebat yang datang itu
Diantara sifat-sifat yang jahat itu yaitu perasaan gembira dengan kesusahan lawan dan perasaan susah dengan kegembiraan lawan.
Dari
itu saya tidak mengerti,bagaimana mendakwahkan diri mengikuti madzhab
imam Syafi’I oleh segolongan manusia di mana ilmu pengetahuan itu di
antara mereka telah menjadi alat permusuhan yang memutuskan
silaturrahmi.
Nabi Muhammad saw bersabda : “ Apabila manusia mempelajari ilmu dan dan meninggalkan amal,berkasih
( 55 )
kasihan
dengan lisan dan bermarah-marahan dengan hati serta terputus
silaturrahmi maka dapat kutukan Allah ketika itu.di tulikan telinganya
dan di butakan matanya.
Yang
di maksud dengan “ulama dunia ‘ulama yang tujuannya dengan ilmu
pengetahuan itu ia memperoleh kesenangan dunia,kemegahan dan kedudukan.
Nabi Muhammad saw bersabda : “manusia yang sangat memperoleh adzab pada hari kiamat ialah orang yang berilmu tiada bermanfa’at ilmunya.”
Nabi Muhammad saw bersabda : “Tidaklah seorang itu bernama ‘alim sebelum berbuat menurut ilmunya.”
Khalil bin Ahmad berkata : “orang itu ada empat macam : pertama, orang ‘alim dan memang dia orang ‘alim,maka ikutilah dia. Kedua,orang yang ‘alim tetapi dia tidak mengetahui bahwa dirinya ‘alim dia ibarat orang yang sedang tidur maka bangunkanlah dia. Ketiga, orang yang tidak ‘alimdan memang merasa dirinya tidak ‘alim dia adalah orang yang ingin tahu maka tunjukilah dia. Keempat, orang yang tidak ‘alim tetapi merasa dirinya ‘alim dia adalah orang yang bodoh,maka jauhilah dia.
( 56 )
Al-Hasan berkata : “ siksaan bagi ‘ulama ialah mati hatinya,kematian hati ialah mencari dunia dengan amalan akhirat.”
Usman bin Zaid berkata : “
aku mendengar Rasulullah saw bersabda : “ pada hari kiamat orang yang
berilmu di lemparkan kedalam neraka,maka keluarlah perutnya dia
mengelilingi perutnya itu seperti keledai mengelilingi gandum,penduduk
neraka mengelilinginya seraya bertanya,mengapa engkau begini?”
Orang yang berilmu itu menjawab : “ aku menyuruh dengan kebaikan dan aku sendiri tidak mengerjakannya,aku melarang dari kejahatan dan aku sendiri mengerjakannya.”
Dilipat gandakan adzab kepada orang yang berilmu karena ma’siatnya,karena ia mengerjakan ma’siat itu dengan ilmu.
Firman Allah swt (s.An-Nisa’ 145)
إِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ فِى الدَّرْكِ اْلاَسْفَلِ مِنَ النَّارِ . الاية
“Bahwa orang munafiq itu dalam tingkat yang paling bawah dari api neraka.”
( 57 )
Nabi Muhammad saw bersabda : “ diantara bencana dari seorang yang berilmu ialah lebih suka berbicara dari pada mendengar.”
Sebab
dalam berbicara itu banyak bumbu dan tambahan danbelum ada jaminan
terpelihara dari kesalahan.dalam berdiam diri timbul keselamatan dan
tanda berilmu pengetahuan.
Macam-macam orang yang berilmu
1.Diantara
orang yang berilmu ada yang menyimpan ilmunya,tidak suka ada pada orang
lain,orang yang semacam ini dalam lapisan pertama dari api neraka.
2.
Diantara orang yang berilmu ada yang bersikaf sebagai raja dengan
ilmunya,jika ada pengetahuannya yang di tolak orang atau di pandang
orang lemah dan kurang benar maka marahlah dia.orang yang semacam ini
dalam lapisan kedua dari api neraka.
3.
Diantara orang yang berilmu,ada yang menyediakan ilmunya dan pembahasan
ilmiahnya yang mendalam untuk orang yang te3rkemuka dan yang kaya saja
dan tidak mau melihat kepada orang yang memerlukan kepada ilmu
( 58 )
pengetahuan,orang yang semacam ini dalam lapisan ketiga dari api neraka.
4..Diantara
orang yang berilmu,ada yang mengangkat dirinya untuk memberi fatwa,lalu
ia berfatwa salah,Allah swt memerahi orang-orang yang beratkan dirinya
dengan beban yang tidak di sangupinya.orang semacam ini dalam lapisan
keempat dari api neraka.
5.
Diantara orang yang berilmu,ada yang berbicara besar mulut untuk
memperlihatkan ketinggian ilmu pengetahuannya.orang yang semacam ini
dalam lapisan kelima dari api neraka.
6.
Diantara orang yang berilmu,ada yang membuat ilmunya untuk kehormatan
diri (kemuliaan) dan keharuman nama di tengah-tengah masyarakat. Orang
semacam ini dalam lapisan keenam dari api neraka.
7.
Diantara orang yang berilmu, ada yang menarik kebanggaan dan takabur
dengan ilmunya,bila ia memberi nasehat menghardik dan bila di nasehati
keras kepala,orang semacam ini dalam lapisan ketujuh dari api neraka.
( 59 )
Wahai
manusia,hendaklah kamu berdiam diri,dengan berdiam diri setan kalah.
Waspadalah dari tertawa tanpa ada yang menakjubkan dan dari berjalan
tanpa ada maksud.
( 60 )
|
TENTANG AKAL
DAN KEMULIAAN AKAL
Akal adalah sumber ilmu, tempat terbit dan sendi dari ilmu.ilmu itu berlalu dari akal.
Bagaimana
akl itu tidak mulia,sedang dia adalah jalan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Atau bagaimanakah boleh di ragukan tentang kemuliaan akal itu.
sedang hewan merasa takut terhadap akal. Sehingga seekor hewan yang
bertubuh besar berkeberanian luar biasa dan bertenaga kuat,apabila
melihat wajah manusia lalu merasa takut karena di rasakannya manusia itu
akan menaklukkannya.
Allah Ta’ala menamakan akal itu dengan “ NUR “ firmannya ( s.An-Nur 35 ) :
أللهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَ الاَرْضِ مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِثْكٰوةٍِ فِيْهَا مِصْبَاح . الاية
( 61 )
“Allah pemberi nur bagi langit dan bumi,bandingan nur nya adalah seperti satu kurungan pelita yang di dalamnya ada pelita……”
Nabi Muhammad saw bersabda : “yang
mulia pertama di jadikan Allah ialah akal,maka Allah berfirman kepada
akal : “ menghadaplah! Lalu menghadaplah akal,kemudian Allah berfirman :
“ membelakanglah! Lalu membelakanglah akal. Kemudian Allah berfirman : “
demi kemuliaanku dan demi kebesaranku tidak aku jadikan suatu
makhlukpun yang lebih mulia pada sisiku selain engkau,dengan engkau aku
mengambil,dengan engkau aku memberi,dengan engkau aku pahala,dan dengan
engkau aku memberi siksa.
Dari Umar ra. Bahwa Umar bertanya kepada Tamim Ad-Dari : “ Apakah yang mulia padamu.” Tamim menjawab : “akal.” Maka menyambung Umar :
“benar engkau! Aku telah bertanya kepada Rasulullah saw,seperti yang
aku tanyakan kepadamu tadi.maka Nabi menjawab seperti yang kamu jawab. Nabi pernah bertanya kepada malaikat Jibril : “apakah yang mulia?” Jibril menjawab : “akal.”
Dari Ibnu Abbas r.a,bahwa Ibnu Abbas berkata : “telah bersabda Rasulullah saw,tiap-tiap sesuatu itu mempunyai alat ( 62 )
Dan
perkakas,alat bagi orang mu’min adalah akal,tiap-tiap sesuatu itu
mempunyai kendaraan dan kendaraan manusia ialah akal,tiap-tiap sesuatu
mempunyai tiang dan tiang agama adalah akal.”.
Dari Sa’id bin Al-Musayyab,bahwa Umar,Ubaid bin Ka’ab dan Abu Huraira r.a. datang kepada Rasulullah saw seraya bertanya : “ya Rasulullah! Siapakah yang terbanyak ilmu diantara manusia?”. Rasululolah menjawab : “orang yang berakal.” Mereka bertanya lagi: “siapakah yang lebih utama diantara manusia?”. Rasulullah saw menjawab: “orang yang berakal.”
Wallahu a’lam-Allah lah yang maha tahu.
( 63 )
|
QAIDAH-QAIDAH
I’TIQAD
Dengan
nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.segala puji bagi
Allah yang menganugerahkan perbedaan bagi pencinta-pencinta sunnah
dengan nur keyakinan,dan melebihkan kepada pendukung-pendukung kebenaran
akan petunjuk kepada tiang-tiang agama serta menjauhkan mereka dari
penyelewengan orang-orang yang tidak bertuhan.memberi taufiq kepada
mereka untuk mengikuti jejak para Rasul (Nabi Muhammad ) dan memudahkan
bagi mereka mengikuti peninggalan ‘ulama-‘ulama terdahulu,sehingga
mereka berpegang teguh menurut yang di kehendaki akal fikiran dengan
tali yang kokoh kuat,dari perjalanan dan ‘aqidah ‘ulama yang mula-mula
dengan cara nyata.
Maka di kumpulkan mereka dengan penerimaan di antara natijah-natijah akal fikiran dan kehendak-kehendak syari’at
(64 )
yang di naqalkan (di ambil dari pokok agama ),dan yakinlah mereka bawa mengucapkan saja apa yang menjadi ibadah dari kata-kata :
لاَإِلَهَ إِلاَّ الله مُحَمَّد رَسُوْلُ الله
tidaklah berfaedah
dan berhasil jikalau tidak benar-benar meliputi dengan apa yang di bawa
oleh kalimah syahadad itu dari isi dan pokoknya.
Mereka
mengetahui bahwa dua kalimah syahadad di dalam kesingkatannya itu
mengandung keyakinan wujud zat Allah,sifat-sifat Allah dan af’al Nya dan
mengandung keyakinan kebenaran Rasul.
Mereka mengetahui bahwa pembangunan ke imanan itu adalah di atas sendi-sendi (rukun-rukun)ini,yang ada empat :
- Rukun pertama : mengenai ma’rifat (mengenal) zat Allah.
- Rukun ke dua : mengenai sifat-sifatNya.
- Rukun ke tiga : mengenai af’al Allah.
- Rukun ke empat : mengenai sam’iyyat (hal-hal yang di dengar dari agama)
( 65 )
RUKUN PERTAMA : Dari rukun-rukun iman ialah
Mengenal (ma’rifat) zat Allah,
Bahwa Allah Ta’ala itu Esa.
______________________________
PERTAMA
: mengenal adanya Allah,Nur yang pertam-tama yang menyinari kepada
pengenalan ini dan terus berjalan dengan jalan pandangan dan
perhatian,ialah apa yang telah di tunjuki oleh Al-Qur’an,maka tak ada
penjelasan yang lebih jelas dari pada penjelasan Allah.
Firman Allah swt. (s.An-Naba’ 6-16) :
أَلَمْ
نَجْعَلْ اْلاَرْضَ مِهَاداًَ . وَاْلجِبَالَ أَوْتَاداًَ .
وَخَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجاًَ . وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتاًَ .
وَجَعَلْنَا الَّيْلَ لِبَاساًَ . وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشاًَ .
وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعاًَ شِدَادَا . وَجَعَلْنَا سِرَاجَاًَ
وَهَّاجاًَ . وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَأًَ ثَجَّاجاَ .
لِنُخْرِجَ بِهِ حَبّاًَ وَنَبَاتاًَ . وَجَنَّاتٍِ أَلْفَافاًَ
( 66 )
“
Bukankah kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan (terbentang
luas).dan gunung-gunung sebagai pasak,dan kami jadikan kamu
berpasang-pasangan.dan kami jadikan tidurmu untuk istirahat.dan kami
jadikan malam sebagai pakaian (tutup).dan kami jadikan siang untuk
mencari penghidupan.dan kami bangun diatas kamu tujuh lapis langit yang
kokoh.dan kami jadikan pelita yang amat terang (matahari).dan kami
turunkan dari awan air yang banyak tercurah.supaya kami tumbuhkan
d3engan air itu biji-biji dan tumbuh-tumbuhan,dan kebun-kebun yang
lebat.’
Maka
tidaklah tersembunyi lagi kepada orang yang ada padanya sedikit
sentuhan akal,apabila memperhatikan dengan fikiran yang sederhana saja
akan kandungan ayat-ayat di atas tadi dan menolehkan arah pandangannya
kepada segala keajaiban makhluk Alah di bumi dan di langit,kecantikan
kejadian hewan dan tumbuhan-tumbuhan bahwa keadaan yang amat menakjubkan
itu serta susunan yang kokoh kuat maka tidaklah terlepas dia dari pada
pencipta yang mengatur,dari pembuat yang mengokohkan dan yang
mentakdirkan,bahkan hampirlah kiranya fitrah (kejadian dari
( 67)
Yang suci bersih) dari jiwa sendiri mengakui bahwa semuanya itu dalam keadaan ADA yang menentukan di bawah pengaruhNya dan yang menentukan arah dengan kehendak pimpinan Nya.
Firman Allah sw (s. Ibrahim 10) :
أَفِى اللهِ شَكّ فَاطِرِ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ . الاية
“Apakah kamu ragu tentang tuhan,pencipta langit dan bumi?.”
Maka karena itulah di utus Nabi-Nabi,untuk memanggil umat kepada tauhid supaya mengucapkan :
لاَإِلَهَ إِلاَّ الله
“Tiada yang di sembah selain Allah.”
Dan tidak di suruh mengucapkan : “kami mempunyai tuhan dan alampun mempunyai tuhan.” cara
yang demikian itu adalah merupakan paksaan di dalam fitrah kejadian
akal manusia,dari permulaan pertumbuhannya dan masa perkembangan
kemudiannya.
( 68 )
KEDUA
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala itu Qodim (dahulu),senantiasa azali (tidak ada bagi
wujudnya permulaan) tetapi Dia permulaan tiap-tiap sesuatu dan sebelum
ada sesuatu yang mati dan yang hidup.
Dalilnya
: jikalau Allah itu baharu,tidak qodim,maka Dia memerlukan pula kepada
muhdits (yang membaharukan).yang muhdits itu memerlukan kepada muhdits
lagi,lalu tali-bertalilah,demikian sampai kepada yang tak
berpenghabisan.dan yang tali-bertali itu tidak membawa hasil atau
berkesudahan kepada muhdits yang qodim,yaitu yang pertama,dan inilah
sebenarnya yang dicari,yang kita namakan :pencipta alam,pembuat,penjadi.
KETIGA
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala serta adaNya azali abadi,tidak ada bagi wujudnya
berakhir (berkesudahan).Dialah yang awal yang akhir,karena mana kala
telah benar qidamnya,maka mustahillah tiada Nya.
Dalinya : jikalauAllah Ta’ala itu menghadapi ketiadaan,maka adalah Dia tidak terlepas,adakala ketidaan
( 69 )
Nya itu,dengan sendiriNya atau dengan sesuatu yang meniadakan Nya yang berlawanan dengan Dia.
KEEMPAT
Mengetahui bahwa tiadalah Allah Ta’ala itu Jauhar
(suatu zat yang berbentuk) yang mengambil tempat di suatu pihak,tetapi
maha suci dan maha Quduslah Dia dari pada bertempat itu.
Dalilnya
: bahwa tiap-tiap Jauhar itu mengambil pihak maka tertentulah Dia
dengan pihak (arah) itu.dan tidak terlepas dari adanya pada pihak itu,di
mana Dia tetap atau bergerak di dalamnya.maka tidak terlepaslah dia
dari sifat gerak dan diam yang mana keduanya adalah baharu,sesuatu yang
tidak terlepas dari yang baharu adalah baharu.
KELIMA
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala tidaklah bertubuh (berjisim)yang tersusun dari pada
beberapa Jauhar,karena Jisim adalah ibarat dari susunan dari pada
beberapa Jauhar,karena jisim adalah ibarat dari susunan beberapa Jauhar.
( 70 )
Apabila
sudah tak benar adanya itu Jauhar yang khusus dengan sesuatu tempat
maka tak benar pulalah adanya itu Jisim.sebab tiap-tiap jisim tertentu
dengan tempat dan tersusun dari Jauhar dan Jauhar adalah muustahil
terlepasnya dari bercerai dan berkumpul,bergerak dan diam,berkeadaan dan
berbatas.
Semua
itu adalah tanda-tanda dari yang baharu,kalau bolehlah di I’tiqadkan
bahwa pencipta alam itu Jisim maka boleh pulalah di I’tiqadkan ketuhanan
matahari,bulan ataupun yang lain dari bahagian-bahagian yang
berjisim.kalau ada orang yang berani menamakan Allah Ta’ala itu
Jisim,tanpa ada maksud tersusun dari Jauhar-jauhar maka adalah itu salah
dalam menamakan dan benar dalam meniadakan pengertian Jisim.
KEENAM
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala tidaklah ‘Aradl (sifat) yang berdiri pada Jisim atau
bertempat pada se suatu tempat,karena ‘Ardl tidaklah bertempat pada
Jisim,tiap tiap Jisim – tidak mustahil- adalah baharu,di mana muhditsnya (yang menjadikannya) telah ada sebelumnya.maka bagaimana
( 71 )
adaNya
bertempat pada Jisim.sedang Dia sudah maujud pada azali sendiri Nya.tak
ada serta Nya yang lain,kemudian Dialah yang menjadikan segala Jisim
dan ‘Aradl, dank arena Dialah yang tahu,yang kuasa,yang berkehendak dan
yang menjadikan.
Sifat-sifat
tersebut (sifat-sifat tahu,kuasa,berkehendak dan menjadikan) ada
mustahil pada ‘Aradl,bahkan tak di terima oleh akal,kecuali pada yang
maujud yang berdiri dengan sendirinya,yang bebas dengan zatnya.
Dari
pokok-pokok yang tersebut di atas,mungkin telah berhasil pemahaman
bahwa Allah itu maujud berdiri dengan sendirinya,tidak Dia Jauhar,Jisim
dan ‘Aradl.dan alam seluruhnya adalah Jauhar,’Aradl dan Jisim.
Jadi
tidaklah Allah Ta’ala menyerupai sesuatu dan tidaklah sesuatu
menyerupai Allah Ta’ala,tetapi adalah Dia yang hidup,yang berdiri,yang
tidak seperti Nya sesuatu,betapakah kiranya makhluk menyerupai dangan
kholiqnya,yang di takdir dengan yang mentakdirkan nya dan yang di bentuk
dengan yang membentukkannya.
Segala Jisim dan ‘Aradl itu seluruhnya adalah di jadikan dan di ciptakan oleh Allah Ta’ala,maka mustahillah menetap
( 72 )
Kan persamaan dan penyerupaan dengan Dia.
KETUJUH
Mengetahui
bahwa Allah maha suci zat Nya dari ketentuan dengan arah. Arah itu
adakalahnya di atas atau di bawah,di kanan atau di kiri,di muka atau di
belakang.
Arah-arah
ini di jadikan dan didatangkan oleh Allah dengan perantaraan (wasithah)
kejadian manusia,karena di jadikannya bagi manusia itu dua tepi yang
satu berpegang kepada bumi dan di namakan kaki dan yang satu lagi
berhadapan dengan bumi dan di namakan kepala,maka datanglah nama atas
bagi yang mengiringi arah kepala dan nama bawah bagi yang mengiringi
arah kaki.sehingga seekor semut yang berjalan terbalik maka terbaliklah
arah atas baginya menjadi arah bawah,meskipun bagi kita itu arah atas
namanya.
Di
jadikan Allah bagi manusia dua tangan,yang satu lebih kuat dari yang
lain menurut kebiasaan,maka datanglah nama kanan untuk yang lebih kuat
dan nama kiri untuk lawannya,dan di namakan arah yang mengiringi tangan
kanan tadi dan yang mengiringi satu lagi kiri.
( 73 )
Di
jadikan Allah bagi manusia dua pinggir,dimana manusia itu melihat dari
salah satu keduanya dan bergerak kepadanya,maka timbullah nama hadapan
(muka) untuk arah,di mana dia tampil bergerak kepadanya dan nama
belakang untuk lawannya.segala arah ini adalah baharu,datang dengan
kedatangan manusia,jikalau tidaklah manusia di jadikan dengan bentuk
yang ada ini,tetapi di jadikan bundar seperti bola maka tak adalah
sekali-kali arah-arah itu.
Maka
bagaimanakah wujud Allah itu pada azali di tentukan dengan arah,sedang
arah itu adalah baharu.atau bagaimanakah terjadinya penentuan Allah
dengan arah sesudah tak ada bagi Nya yang demikian? Apakah caranya
dengan :Allah menjadikan alam di atasNya? Maha suci Allah dari pada atas
bagiNya karena maha sucilah Dia dari mempunyai kepala,dan atas adalah
ibarat dari apa yang ada di juruskan kepala. Atau dengan : Allah
menjadikan alam di bawah Nya,maha sucilah Allah dari ada bawah bagi Nya,
karena maha sucilah Dia dari mempunyai kaki,dan bawah adalah ibarat
dari apa yang mengiringi jurusan kaki.
( 74 )
Semua
itu termasuk di antara yang mustahil pada akal,karena yang di terima
akal dari adanya tertentu dengan arah,bahwa Dia itu terdahulu dengan
segi ketentuan Jauhar atau ketentuan dengan Jauhar sebagai ketentuan
‘Aradl.dan telahteranglah mustahil wujudnya Allah itu Jauhar atau ‘Aradl
dari itu maka mustahil pulalah wujud Nya itu tertentu dengan arah.
Mengenai
pengangkatan kedua tangan ketika berdo’a kepada Allah kearah
langit,adalah karena langit itu qiblat do’a dan dengan itu juga menjadi
isyarat kepada sifat Allah dengan kebesaran dan ke agungan sebagai
peringatan menuju kearah tinggi atas sifat kemuliaan dan keagungan.
Sesungguhnya Allah Ta’ala maha tinggi diatas tiap-tiap yang maujud dengan keperkasaan dan kekuasaan.
KEDELAPAN
Mengetahui bahwa Allah Ta’ala ber-istiwa’ di atas ‘Arasy
Nya,dengan arti yang di kehendaki Allah dengan istiwa’ itu yaitu yang
tiada berlawanan dengan sifat keagungan Nya.dan tiada tersentu kepada
Nya tanda-tanda kebaharuan dan kefanaan (kelenyapan)
( 75 )
Inilah yang dimaksud dengan istiwa’ kelangit,dimana Allah Ta’ala berfirman (s.Hamim As-Sajadah 11) :
ثم استوي إلي السماٰ وهي دخان
“Kemudian Dia( Allah) menuju langit dan langit itu masih merupakan asap.”
Ahli
kebenaran (ahlul haq) memerlukan kepada pena’wilan ini sebagai mana
ahli kebatinan (ahlul batin) memerlukan kepada pena’wilan.Nabi Muhammad
bersabda : “hati mu’min itu di antara dua anak jari dari anak-anak jari Allah yang maha pengasih.” Di artikan kepada qudrat dan kuasanya Allah.
Dan Nabi Muhammad saw bersabda : “ batu hitam (hajaral aswad) adalah tangan kanan Allah di bumi Nya.”
Diartikan kepada kemuliaan dan keagungan hajral aswad.karena kalau di
biarkan atas zhohir nya niscaya mestilah timbul kemustahilan.
Maka demikian pulala istiwa’ kalau di biarkan artinya kepada menetap dan bertempat,maka tentulah yang bertempat
( 76 )
itu jisim.yang bersentu dengan ‘Arasy. Adakalanya seperti ‘Arasy
atau lebih besar atau lebih kecil dari padanya.yang demikian itu adalah
mustahil dan tiap-tiap yang membawa kepada mustahil adalah mustahil.
KESEMBILAN
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala serta keadaan Nya maha suci dari pada bentuk dan
batas.maha qudus dsari pada arah dan penjuru.adalah Ia dilihat dengan
mata kepala dan mata hati di negeri akhirat-negeri ketetapan,karena
firman Allah (s.Al-Qiamah 22-23):
وجوه يومِيذ ناضرة إلي ربها ناظرة
“Wajah-wajah(orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri .kepada tuhannyalah mereka melihat.”
Dan Allah Ta’ala tidak bias di lihat di dunia,firman Nya (s.Al-An’am 103):
لاتدركه الابصار وهويدرك الابصار
( 77 )
“
“Dia tidak dapat di capai oleh penglihatan mata,sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu.”
KESEPULUH
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala maha esa tidak sekutu bagi Nya,tunggal,tiada teman
bagi Nya,sendirian dengan menjadikan dan menciptakan dan maha
kuasa,tiada yang seperti Nya untuk membagi-bagi dan menyamai Nya,tiada
bagi Nya untuk bertengkar dan bermusuhan.
Firman Allah Ta’ala (s. Al-Anbiya’ 22) :
لوكان فيهما اٰلهة إلا الله لفسدتا.الاية
“Sekiranya di langit dan di bumi ada tuhan-tuhan selain Allah,tentulah keduanya itu telah rusak binasa.”
Keterangannya
: jikalau Tuhan itu dua dan salah satu dari pada keduanya menghendaki
sesuatu,maka Tuhan yang kedua jika di perlukan kepada pertolongan nya
niscaya adalah Tuhan yang kedua ini menjadi terpaksa yang tidak berdaya
dan tidaklah dia sebagai Tuhan yang berkuasa penuh,jika dia
( 78 )
Berkuasa
membantah dan menolak maka adalah tuhan yang kedua ini kuat lagi gagah
perkasa dan tuhan yang pertama lemah tak berdaya dan tidaklah dia tuhan
yang berkuasa.
( 79 )
RUKUN KEDUA : Mengetahui Sifat-sifat
Allah Ta’ala
________________________________
PERTAMA
Mengetahui bahwa yang menciptakan ala mini adalah maha kuasa,bahwa Allah maha benar dengan firman Nya (s. Al-Maidah 120) :
وهو علي كل شيء قدير
“Dia maha kuasa atas segala sesuatu.”
Karena alam ini kokoh didalam perbuatannya,teratur di dalam kejadiannya.
Barang
siapa melihat sehelai kain sutera yang baik tenunan dan
susunannya,teratur bunga dan pinggirnya,lalu menyangka bahwa tenunan itu
datang nya dari seorang mati yang tidak bertenaga atau dari srorang
manusia yang tak berdaya.maka orang yang melihat sutra tadi adalah telah
( 80 )
tercabut dia dari sifat berakal dan telah terjerumus dalam rantai kebodohan.
KEDUA
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala maha tahu segala yang maujud (yang ada),meliputi
ilmu Nya dengan segala makhluk.tidak dari ilmu Nya seberat biji
sawipun,baik di bumi atau di langit. Maha benar Allah dengan firman Nya
(s.Al-Baqoroh 29) :
وهو بكل شيء عليم
“Dan Dia maha tahu atas segala sesuatu.”
Allah
memberi petunjuk kepada kita,kepada berbut adil dengan makhluk
Nya.dengan mengetahui bahwa kita tidak menaruh keraguan,tentang
mendalilkan makhluk yang halus dan kejadian yang di hiasi dengan teratur
itu.walaupun pada benda yang kecil lemah sekalipun. Untuk membuktikan
atas maha tahu penciptanya cara menyusun dan mengatur.
( 81 )
Maka apa yang di sebutkan Allah Ta’ala itu adalah petunjuk dan pengenal yang amat mendalam.
KETIGA
Mengetahui bahwa Allah Ta’ala itu hidup, barang siapa ada ilmunya dan tenaganya tentu saja ada hidupnya.
Jikalau
tergambarlah seorang yang bertenaga, berilmu, berbuat dan mengatur
tanpa ada ia hidup, maka bolehlah diragukan mengenai hidupnya
hewan-hewan yang bulak-balik bergerak dan berdiam diri, bahkan mengenai
hidupnya ahli-ahli tekhnik dan perusahaan.
Hal yang seperti itu adalah membenamkan diri kedalam lembah kebodohan dan kesesatan.
KEEMPAT
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala berkehendak (beriradah) bagi segala af’alnya,maka
tak adalah yang maujud melainkan bersandar kepada kehendaknya dan dating
dari iradatnya. Dialah yang menjadikan dan mengembalikan yang berbuat
sekehendaknya.
( 82 )
Bagaimanakah
Dia tidak berkehendak ? tiap-tiap perbuatan yang dating dari padanya,
mungkin bahwa datang lawanya,dan yang tak ada lawannya,maka mungkin
datang itu sendiri sebelumnya atau sesudahnya. Dan qudrah itu adalah
bersesuaian bagi dua yang berlawanan dan bagi dua waktu sebagai suatu
kesesuaian.maka tak boleh tidak dari pada iradah untuk menentukan qudrah
itu kepada salah satu dari pada iradah untuk menentukan qudrah itu
kepada salah satu dari pada dua yang akan di hubungi qudrah tadi.
Kalau
mencukupi ilmu saja tanpa iradah,untuk menentukan sesuatu yang di
ketahui (al-ma’lum) sehingga di katakana bahwa perbuatan itu di peroleh
pada waktu yang telah terdahulu ilmu dengan wujud nya,maka sesungguhnya
boleh pula mencukupi tanpa qudrah,sehinga di katakana bahwa perbuatan
itu di peroleh tanpa qudrah, karena telah terdahulu ilmu dengan
wujudNya.
KELIMA
Mengetahui
bahwa Allah Ta’ala maha mendengar, melihat, tidak luput dari pada
penglihatan Nya segala yang terlintas di dalam hati. Sangka dan fikiran
yang tersembunyi
( 83 )
Dan
tidak luput dari pada pendengaran Nya, bunyi langkah semut hitam di
malam yang gelap di atas batu yang hitam. Betapa tidak Dia mendengar
lagi melihat.
Mendengar
dan melihat tak ada tempat untuk di bantah adalah kesempurnaan, bukan
kekurangan. Maka bagaimana makhluk itu berada lebih sempurna dari pada
Kholiq ? yang di buat lebih tinggi dan cukup dari pada yang membuat ?
bagaimanakah betul pemikiran, manakala kekurangan ada pada Tuhan dan
kesepurnaan ada pada makhluk dan pada perbuatannya? Atau bagaimanakah
menjadi betul keterangan nabi Ibrahim as, menghadapi ayahNya tatkala
ayahNya itu menyembah berhala karena kebodohan dan kedunguan? Lalu
bersabda nabi Ibrahim as, kepadanya ( s.Maryam 42) :
اذ قال لابيه ياٰبت لم تعبد ما لايسمع و لايبصر ولايغني عنك شيا
“Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada Bapak Nya : wahai Bapakku,mengapa kamu menyembah sesuatu yang
( 84 )
Tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun.”
Jikalau
terbaliklah yang demikian itu, kepada zat yang di sembah Ibrahim maka
sesungguhnya keterangan menjadi hancur dan dalilnya menjadi gugur dan
menjadi tidak benarlah, firman Allah Ta’ala ( s. Al-An’am 83 ) :
وتلك حجتنا اٰتينها إبراهيم علي قومه
“Dan itulah alasan-alasan yang kami berikan kepada Ibrahim menghadapi kaumnya.”
Sebagaimana
di pahami dengan akal, bahwa Allah Ta’ala berbuat tanpa anggota,
mengetahui tanpa hati dan otak maka hendaklah di pahami pula bahwa Allah
Ta’ala melihat tanpa biji mata dan mendengar tanpa telinga karena tak
adalah perbedaan di antara keduanya.
KEENAM
Bahwa
Allah Ta’ala berkata-kata (mutakallim) dengan kata-kata, yaitu suatu
sifat yang berdiri pada zat Nya, tidak dengan suara dan huruf. Bahkan
tiada serupa kalam (kata-kata
( 85 )
Allah dengan kata-kata lain, sebagaimana tidak serupa wujud Nya dengan wujud lain nya.
Kata
yang sebenarnya ialah kata hati, suara itu ialah yang mengeluarkan
huruf-huruf untuk menunjukkan kepada yang di maksud, sebagaimana di
tunjukkan, kadang-kadang dengan gerak dan kadang-kadang dengan isyarat
kepadanya.
Orang
yang tiada dapat memahami bahwa Qodim itu adalah ibarat dari pada
sesuatu yang belum ada sebelumnya sesuatu, dan bahwa huruf “BA” adalah
sebelum huruf “SIN” dalam bacaan “BISMILLAH” maka tidak adalah huruf
“SIN” yang terkemudian dari pada huruf “BA” itu Qodim. Maka bersihkanlah
hatimu dari pada menoleh kepadanya.
Allah
Ta’ala mempunyai sirr (rahasia) untuk menjauhkan sebagian dari pada
hambanya, dan barang siapa di sesatkan Allah maka tak ada yang memberi
petunjuk kepadanya. Barang siapa merasa ragu bahwa Nabi Musa as.
Mendengar di dunia ini KALAM yang tidak dengan suara dan huruf maka
tentulah ia menentang akan melihat di akhirat yang maujud. Yang tidak
dengan jisim dan warna.
( 86 )
Dan
kalau kalau di terima akal nya bahwa ia akan melihat apa yang tiada
dengan warna, jisim, batas dan ukuran, sedang ia sampai sekarang belum
melihat Nya. Maka hendaklah ia berfikir mengenai panca indra pendengaran
akan apa yang dapat di fikirkan nya mengenai panca indra penglihatan
itu.
Jika
dapat di fikirkannya bahwa bagi Allah satu ilmu (pengetahuan yang satu)
yaitu mengetahui segala yang ada (maujudat), maka hendaklah di
fikirkannya akan suatu sifat bagi zat yaitu kalam (sifat berkata-kata)
dengan segala apa yang di tunjukkan oleh semua penuturan kepadanya.
KETUJUH
Bahwa
kalam yang berdiri dengan sendirinya itu Qodim dan begitu pula sekalian
sifat Allah. Karena mustahil bahwa ada Ia tempat bagi segala yang
baharu, yang masuk di bawah pengaruh perobahan. Tetapi wajiblah bagi
sekalian sifat dari sifat-sifat Qodim akan apa yang wajib bagi zat. Maka
tidaklah di datangi oleh perobahan dan tidaklah di tempati oleh segala
yang hadits (yang baharu).tetapi senantiasalah pada Qidam Nya. Bersifat
dengan segala sifat yang terpuji dan tetaplah di dalam keabadian Nya
seperti itu. maha suci dari segala
( 87 )
perobahan
keadaan,karena suatu yang menjadi tempat bagi segala yang baharu.dan
sesuatu yang tidak terpisah dari pada segala yang baharu maka adalah dia
itu baharu dan sesungguhnya tetaplah sifat baharu itu bagi jisim di
mana dia datangi perobahan dan pertukaran bagi sifat-sifatnya.
Maka
bagaimanakah Khaliq itu bersekutu dengan segala yang baharu dalam
menerima perobahan? Dan berdasarkan kepada ini maka seyogialah bahwa
kalam Allah itu Qodim, berdiri dengan zat Nya. Dan yang baharu itu ialah
suara-suara yang menunjukkan kepadanya.
Sebagaimana
di pahami, tegaknya tuntutan belajar dan kemauan nya pada diri seorang
ayah terhadap anak itu di lahirkan. Sehingga apabila anak itu telah
lahir dan berakal serta dijadikan Allah baginya ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan apa yang ada di dalam hati ayah nya dulu. Dari
tuntutan yang menjadi suruhan dengan tuntutan itu yang telah bangun pada
diri sang ayah dan tetap adanya sampai kepada waktu anak nya mengenal
akan hal itu.maka hendaklah di pahami pula akan tegaknya tuntutan yang
di tunjukkan kepadanya.
( 88 )
Firman allah Ta’ala (s. Thoha 12) :
فاخلع نعليك، الاية
“ Maka tanggalkanlah (bukalah) kedua terompahmu.”
Dengan
zat Nya dan jadinya Nabi Musa di tunjukkan dengan firman itu setelah
adanya,karena telah di jadikan kepada Nabi Musa ma’rifat dengan tuntutan
itu dan di dengar nya untuk itu kalam qodim.
KEDELAPAN
Bahwa ilmu Allah itu Qodim, maka senantiasa Ia mengetahui dengan zat Nya, sifat Nya dan apa yang terjadi dengan makhluk Nya
Manakalah
telah di jadikan makhluk maka tidak dating bagi Allah ilmu mengetahui
makhluk itu. tetapi hasillah segala makhluk itu terbuka bagi Nya dengan
ilmu Nya yang azali. Karena jikalau di jadikan bagi kita pengetahuan
untuk mengetahui dengan kedatangan si fulan ketika terbit matahari
( 89 )
Dan
berkekalanlah pengetahuan tadi di umpamakan sampai terbit matahari maka
sesungguhnya adalah kedatangan si fulan itu ketika terbit matahari
menjadi pengetahuan bagi kita dengan pengetahuan itu tanpa pembaharuan
pengetahuan yang lain. maka begitu pulalah seyogyanya di pahami akan
Qidam Allah Ta’ala.
KESEMBILAN
Bahwa
Iradah Allah itu Qodim, Iradah pada Qidamnya, bersangkutan dengan
menjadikan segala yang baharu pada waktunya yang layak. Sesuai dengan
kedahuluan ilmu Allah yang azali. Karena jikalau adalah Iradah itu
baharu niscaya jadilah Allah itu tempat bagi yang baharu. Dan jikalau
terjadi segala yang baharu dari pada bukan zatNya niscaya tak adalah Dia
yang berIradah padanya, sebagaimana tidak adalah engkau yang bergrak
dengan sesuatu gerakan yang tidak ada gerakan itu dari pada diri engkau.
Bagaimanapun
juga kalau di takdirkan Iradah Alah itu baharu, maka berhajatlah
kebaharuannya itu kepada Iradah yang lain dan begitu pula Iradah yang
lain itu berhajat kepada
( 90 )
Iradah yang lain lagi. Dan tali bertalilah (tasalsul) hal itu kepada tiada berkesudahan.
Jikalau boleh Allah mendatangkan Iradah dengan tanpa Iradah maka boleh pulalah Ia mendatangkan alam tanpa Iradah.
KESEPULUH
Bahwa
Allah Ta’ala mengetahui dengan ilmu, hidup dengan hayat, berkuasa
dengan qudrah,berkehendak dengan iradah, berkata-kata dengan kalam,
mendengar dengan sama’ dan melihat dengan basher.
Semua sifat ini bagi Allah Ta’ala adalah sifat-sifat yang qodim.
Perkataan
dari orang yang mengatakan : orang yang berilmu tanpa ilmu samalah
seperti katanya orang kaya tanpa harta. Ilmu tanpa orang yang berilmu.
Dan orang berilmu tanpa ada yang di ketahui.
( 91)
RUKUN KETIGA : Mengetahui dengan segala
Af’al Allah
______________________________
PERTAMA
Mengetahui
bahwa tiap-tiap yang baharu pada alam adalah perbuatan (af’al) Allah,
yang di jadikan dan yang di ciptakan Nya. Tak adalah Kholiq bagi alam
itu selain Dia (Allah). Tak adalah yang menjadikan makhluk melainkan Dia
(Allah). Allah yang menjadikan makhluk yang membuatnya dan yang
mengadakan Qudrah dan gerak bagi makhluk.
Maka
sekalian af’al Nya adalah makhluk Nya dan bergantung dengan Qudrah Nya.
Hal mana di benarkan yang demikian pada firman Allah (s. Ar-Ra’ad 16) :
اٰلله خالق كل شيء
“Allah itu pencipta segala sesuatu.”
( 92 )
Firman Allah swt (s. Ash-Shoffat 96) :
والله خلقكم وماتعملون
“Dan sesungguhnya Allahlah yang menjadikan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”
Firman Allah swt (s. Al-Mulk 13-14) :
واسروا قولكم اواجهروا به إنه عليم بذات الصدور الا يعلم من خلق وهو اللطيف الخبير
“Kamu
rahasiakan perkataanmu atau kamu lahirkan dengan terang-terang,
sesungguhnya Allah itu mengetahui isi hati. Tidaklah Allah itu
mengetahui apa yang di ciptakan Nya, dan Allah maha lemah lembut dan
maha mengerti.’
Disuruh
hambaNya berhati-hati pada pembicaraan, perbuatan, rahasia dan isi
hati. Karena Allah mengetahui tepat kedatangan segala perbuatan mereka.
Dan Ia mengambil dalil atas pengetahuan Nya dengan makhluk Nya.
Bagaimanakah tidak Allah itu khaliq, yang menjadikan perbuatan hambaNya, sedang Qudrah Nya adalah maha
( 93 )
Sempurna tak ada kekurangan pada Nya.
Qudrah
itu bersangkutan dengan gerak tubuh segala hamba Nya, dan gerak-gerik
itu adalah menyamai satu sama lain. dan sangkutan Qudrah dengan
gerak-gerik itu adalah karena gerak-gerik itu sendiri. Maka apakah yang
menghambat sangkutannya Qudrah dari sebagian gerak dan tidak pada
sebagian lagi. Sedang gerak-gerik itu sama?
KEDUA
Bahwa
Allah sendirilah yang maha suci, menjadikan segala gerak hambanya,
dengan arti : tidaklah keluar gerak-gerik itu dari kekuasaan hamba Nya
sendiri atas jalan usaha. Dan Allah yang menjadikan Qudrah hamba (usaha)
dan yang di kuasainya. Allah yang menjadikan usaha (ikhtiyar) dan yang
di usahakan.
Adapun Qudrah adalah sifat bagi hamba dan makhluk bagi Allah yang maha suci dan tidaklah Qudrah itu dengan usaha hamba sendiri.
Adapun
gerak maka adalah makhluk bagi Allah, sifat dan usaha bagi hamba, gerak
itu di jadikan. Yang di kuasakan dengan sebab qudrah, di mana ia
menjadi sifat bagi hamba
( 94 )
Gerak
itu mempunyai hubungan kepada suatu sifat yang lain. yang di namakan
Qudrah, lalu gerak tadi dengan memandang kepada hubungan itu di namakan
usaha.
Bagaimanakah
gerak itu menjadi paksaan semata, padahal dengan mudah dapat di ketahui
akan perbedaan di antara gerak dari Qudrah dan gerak mudah yang biasa?
Atau bagaimanakah usaha itu di jadikan oleh hamba, padahal tidak
meliputi ilmunya dengan segala perincian bagian-bagian gerak yang di
usahakan dan jumlah bilangannya?.
Apabila
batillah kedua tepi itu (paksaan semata atau di jadikan oleh hamba
sendiri) maka tidak adalah yang tinggal, selain yang sederhana dalam ke
I’tiqadan yaitu bahwa gerak itu di Qudrahkan dengan Qudrah Allah sebagai
ciptaan dan dengan Qudrah hamba atas segi yang lain dari hubungan, yang
di sebut dengan usaha. Dan tidaklah dengan mudah di pahami, hubungan
Qudrah dengan yang di Qudrahkan itu. bahwa adanya dengan ciptaan saja.
Karena Qudrah Allah pada azali (zaman yang tidak ada awal dan akhir)
telah ada berhubungan dengan alam dan tidaklah ciptaan itu berhasil
dengan Qudrah, di mana Qudrah ketika ciptaan itu. berhubungan dengan
alam dalam macam hubungan yang lain
( 95 )
maka dengan itu, nyatalah bahwa hubungan Qudrah tiadalah di tentukan dengan berhasil nya yang di Qudrahkan dengan qudrah itu.
KETIGA
Bahwa
pekerjaan hamba meskipun itu adalah usaha hamba sendiri, tetapi
tidaklah keluar dari adanya dengan kehendak Allah. Maka tidaklah berlaku
di alam nyata (‘alam al-mulki) dan alam yang tidak nyata (‘alam
al-malakut). Suatu penglihatan mata. Suatu lintasan di hati, melainkan
adalah dengan Qodha, Qudrah, Iradah Allah. Perkara yang buruk dan yang
baik, yang bermanfaat dan yang melarat, islam dan kufur. Mengakui dan
mengingkari, kemenangan dan kerugian, kesesatan dan petunjuk, tha’at dan
ma’siat, syirik dan iman.tak ada yang menolak bagi Qadha Nya. Tak ada
yang menentang bagi hukumNya. Di sesatkannya akan siapa yang di
kehendakiNya dan di tunjuki Nya akan siapa yang di kehendakiNya.
Tidaklah Dia (Allah) di tanyakan dari pada apa yang di perbuat Nya,
sedang mereka (manusia) di tanyakan.
( 96 )
KEEMPAT
Bahwa
Allah Ta’ala mengurniakan dengan menjadikan dan menciptakan serta
menganugerahkan ni’mat dengan memberikan kewajiban kepada hambaNya, dan
tidaklah menjadikan dan memberikan taklif itu wajib atas Allah.
Berkata golongan mu’tazilah bahwa yang demikian itu wajib atas Nya, karena ada kemuslihatan hamba kepadaNya.
Itu
adalah mustahil, karena Dialah yang mewajibkan, yang menyuruh dan yang
melarang, maka bagaimanakah di tujukan kepada Nya kewajiban atau di
datangkan sesuatu kemestian dan pikulan.
Dan
yang di maksud dengan kewajiban ialah salah satu dari pada dua ;
adakalanya perbuatan yang memberi melarat kalau di tinggalkan, baik
kemelaratan itu pada masa yang akan datang, umpamanya di katakana :
wajiblah atas hamba berbuat tha’at kepada Allah, sehingga dia tidak di
‘azab di akhirat dengan api neraka. Atau kemelaratan itu pada masa
dekat, umpamanya di katakana : wajiblah minum atas orang yang haus supaya
dia tidak mati. Adakalahnya yang di maksudkan dengan kewajiban
itu.ialah suatu yang membawa kepada mustahil oleh tidak adanya,
umpamanya di katakan :
( 97 )
Adanya yang di ketahui itu wajib, karena tidak adanya itu membawa kepada mustahil, yaitu jadinya ilmu itu kebodohan.
Kalau
di kehendaki oleh pihak lawan dengan: bahwa menjadikan itu wajib atas
Allah- dengan arti yang pertama, maka sesungguhnya dia telah
mendatangkan kepada kemelaratan, dan kalau di kehendaki nya dengan arti
yang kedua maka dia adalah seorang muslim, karena setelah di dahulukan
oleh ilmu maka tak boleh tidaklah ada yang di ketahui (al-ma’lum). Dan
kalau di kehendakinya, dengan arti yang ketiga, maka itu tidak dapat di
pahami.
KELIMA
Bahwa jaiz (tidak wajib dan tidak mustahil) bagi Allah memikulkan (mentaklifkan) atas makhluk apa yang tidak di sanggupinya.
KEENAM
Bahwa
bagi Allah Ta’ala menyakitkan dan meng’azab makhluk Nya tanpa ada dosa
yang terdahulu dan tanpa ada pahala yang akan datang. Sebaliknya dengan
pendapat mu’tazilah.
( 98 )
Hal
ini adalah karena Allah Ta’ala berbuat pada milikNya. Dan tidaklah
tergambar bahwa akan melampaui perbuatanNya akan milikNya. Zholim adalah
ibarat dari berbuat pada milik orang lain tanpa izinnya. Dan itu adalah
mustahil atas Allah karena tidaklah di jumpai akan adanya milik orang
lain sehingga dapat di katakana bahwa perbuatanNya itu zholim.
Di
buktikan kepada bolehnya yang demikian oleh adanya. Menyembelih hewan
adalah menyakitkan bagi hewan. Dan apa yang menimpa atas diri hewan itu
dengan bermacam-macam ‘azab dari pihak manusia, tidaklah di dahului oleh
adanya dosa hewan.
Kalau
ada yang mengatakan : bahwa Allah Ta’ala akan membangkitkan hewan-hewan
itu dan akan memberi ganjaran yang sesuai dengan penderitaan yang
dialaminya dan yang demikian itu wajib atas Allah.
Maka atas perkataan itu kami menjawab bahwa orang yang mendakwakan wajib atas Allah
menghidupkan tiap semut yang terpinjak dan tiap binatang kecil yang
terbunuh, untuk memberikan pahala atas segala penderitaannya. Adalah
sesungguhnya telah keluar dari syariat dan akal.
( 99 )
Karena
dengan itu dapat di katakana bahwa menyifatkan pahala dan kebangkitan
itu menjadi kewajiban atas Allah. Bila di maksudkan dengan
meninggalkannya membawa kepada melarat maka itu adalah suatu yang
mustahil. Dan jika dimaksudkan yang lain, maka telah di terangkan dahulu
bahwa itu tidak dapat di pahami apabila telah keluar dari
pengertian-pengertian yang di sebut bagi wajib.
KETUJUH
Bahwa
Allah Ta’ala berbuat sekehendak Nya. Dengan hambaNya, tiada wajib atas
Nya menjaga yang lebih baik bagi hambanya, sebab Allah tidaklah di
tanyakan dari pada apa yang di perbutNya dan makhlukNyalah yang di
tanyakan.
Alangkah
ganjilnya apa yang di wajibkan oleh golongan Mu’tazilah itu katanya,
bahwa berbuat yang lebih baik adalah wajib atas Tuhan mengenai persoalan
yang di majukan kepadanya. Yaitu dengan di berikannya contoh perdebatan
di akhirat di antara seorang anak kecil dan seorang dewasa, di mana
keduanya meninggal sebagai muslim, Allah menambahkan derajat orang yang
sudah dewasa dan
( 100 )
melebihkannya
dari anak kecil karena ia telah payah dengan beriman dan melakukan
tha’at setelah dia dewasa. Dan yang demikian itu wajib atas Allah
menurut orang mu’tazilah.
Kalau anak kecil itu berkata : wahai Allah! Mengapakah Engkau tiggikan derajatnya dari pada derajatku?.
Maka Allah menjawab : “karena dia telah dewasa dan rajin mengerjakan tha’at.”
Lalu anak kecil itu menjawab :
“Engkau telah mematikan aku sewaktu kecil. Adalah kewajiban Engkau
meneruskan hidupku sampai aku baligh maka aku rajin beribadah. Engkau
telah berpaling dari keadilan dengan memberikan kepadanya kelanjutan
umur.sedang aku tidak, mengapakah dia Engkau lebihkan ?”
Maka Allah menjawab : “
karena Aku tahu bahwa kalau engkau (anak kecil) dewasa niscaya engkau
menjadi musyrik atau pendurhaka, maka adalah lebih baik bagimu mati
sewaktu kecil.”
Ini
dima’afkan orang Mu’tazilah dari tuhan, dan ketika itu orang-orang
kafir dari tingkat yang paling bawah dari neraka berkata : “Ya Allah! Apakah Engkau tiada mengetahui bahwa
( 101 )
Kami
apabila telah dewasa menjadi orang musyrik? Mengapa Engkau tidak
matikan kami sewaktu kecil? Kami rela dengan derajat yang lebih rendah
dari pada derajat anak kecil muslim itu.”
Maka
dengan apakah di jawab waktu itu? dan tidak haruslah ketika itu selain
dari keputusan bahwa urusan ketuhanan adalah maha suci dengan dengan
keagungan dari pada ditimbang dengan timbangan orang Mu’tazilah itu.
Kalau
di katakana bahwa manakalah di takdirkan kepada pemeliharaan yang lebih
baik bagi hamba, kemudian di timpakan kepada mereka sebab-sebab
penyiksaan, niscaya adalah yang demikian itu keji, tidak layak dengan
kebijaksanaan’
Maka
kami menjawab bahwa keji adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan
maksuk, sehingga kadang-kadang sesuatu itu adalah keji pada seseorang
dan baik pada yang lain. apabila sesuai dengan maksud salah seorang dari
keduanya dan tidak dengan lainnya. Sehingga membunuh seseorang di
pandang keji oleh teman-temannya dan di pandang baik oleh
musuh-musuhnya.
( 102)
Kalau
di maksud dengan keji ialah suatu yang tiada sesuai dengan maksud Allah
yang maha suci maka itu adalah mustahil, karena tak adalah maksud bagi
Allah. Maka tidak tergambarlah dari pada Nya keji sebagaimana tidak tergambar dari pada Nya zhohir, karena tidak tergambar dari pada nya berbuat pada milik orang lain.
KEDELAPAN
Bahwa
mengenal (ma’rifat) akan allah Ta’ala dan berbuat tha’at kepada Nya
adalah wajib, dengan di wajibkan oleh Allah dan syari’at Nya tidak oleh
akal, sebaliknya bagi orang Mu’tazila karena akal walaupun dia
mewajibkan tha’at maka tidaklah terlepas, adakalanya dia mewajibkan itu
tanpa faedah. Dan itu adalah mustahil. Sebab akal tidaklah mewajibkan
yang sia-sia. Dan adakalanya dia mewajibkan karena ada faedah dan
maksud. Dan yang demikian itu, tidak terlepas, adakalanya
kembali. Faedah dan maksuk itu kepada tuhan yang di sembah. Dan itu
adalah mustahil pada hak Allah. Bahwa Allah maha suci dari pada segala maksud dan faedah. Bahkan kufur, iman, tha’at dan ma’siat pada pihak Allah itu sama. Dan adakalahnya kembali yang demikian itu
( 103 )
Kepada
maksud hamba sendiri. Dan itupun mustahil karena tak ada maksud bagi
hamba sekarang bahkan ia saja payah menyingkirkan diri dari hawa nafsu
karena nya. Dan tak ada pada hari kembali selain dari pada pahala dan
siksa, dan dari manakah di ketahui bahwa Allah akan memberi pahala di
atas perbuatan ma’siat dan tha’at dan tidak menyiksa di atas kedua
perbuatan tadi, sedang tha’at dan ma’siat pada hak Allah adalah sama?
Karena tidaklah Allah itu condong kepada sala satu dari pada keduanya,
dan tidaklah bagi salah satu dari pada kedua itu mempunyai kepentingan
dengan Allah Ta’ala.
Sesungguhnya
di ketahui perbuatan yang demikian itu adalah dengan agama. Dan telah
terjerumuslah orang yang mengambil ini menjadi perbandingan di antara
Kholik dan makhluk, di mana dia membedakan di antara syukur dan kufur.
Karena dia memperoleh kesenangan, kemuliaan dan kelezatan dean salah
satu dari pada keduanya dan tidak dengan yang lain.
Kalau
di katakana, apabila tidak wajiblah memandang dan mengenal Alah selain
dengan agama dan agama itu tidak tetap selama orang yang mukallaf tidak
menaruh perhatian kepadanya, maka apabila orang mukallaf itu berkata
kepada
( 104 )
nabi
saw bahwa akal tidaklah mewajibkan kepada memperhatikan dan agama
tidaklah menetap padaku, selain dengan memperhatikan tadi dan aku tidak
tampil kepada memperhatikan yang membawa kepada meyakinkan kebenaran
Rasul saw.
Kami menjawab ; bahwa
ini menyerupai dengan kata orang yang mengatakan kepada orang yang
berdiri pada salah satu tempat ; bahwa di belakangmu ada binatang buas
yang menekam, kalau kamu tidak lari dari tempat itu niscaya kamu akan di
bunuh nya. Dan kalau kamu berpaling kebelakang dan melihat maka kamu
akan tahu kebenaranku.
Maka menjawab orang yang berdiri itu : “tidak
menyakinkan kebenaranmu selama aku belum berpaling. Dan aku akan
berpaling kebelakang dan tidak akan melihat, selama belum nyata
kebenaranmu!”
Maka
ini menunjukkan kepada kebodohan orang yang mengatakan itu. dan membawa
dirinya kepada kebinasaan dan tiada memberi melarat apa-apa kepada
orang yang menunjukkan jalan itu.
( 105 )
Maka begitulah Nabi saw yang mengatakan : “bahwa di belakangmu mati, di sana binatang buas dan api me,baker, kalau kamu tidak berhati-hati dari padanya dan tidak mengakui
kebenaranku dengan memperhatikan kepada mu’jizatku, niscaya binasalah
kamu, barang siapa menaruh perhatian niscaya mengenal, berhati-hati dan
selamatlah dia. Dan barang siapa tidak memperhatikan dan terus-menerus
demikian maka binasa dan terjerumuslah dia. Dan tak ada memberi
kemelaratan apa-apa kepadaku jika manusia seluruhnya binasa. Sesunguhnya
kewajibanku hanyalah menyampaikan dengan tegas dan jelas.”
Agama
memberitahukan adanya binatang buas yang menerkam sesudah mati. Dan
akal menfaedahkan untuk memahami perkataan Nabi asw dan menyakininya
dengan kemungkinan apa yang di katakannya pada masa yang akan datang.
Dan tabi’at manusia menggerakkan supaya berhati-hati dari kemelaratan.
Dan
arti bahwa sesuatu itu wajib ialah kalu meninggalkan nya mendatangkan
melarat. Dan arti bahwa agama itu mewajibkan, ialah ia memperkenalkan
akan kemelaratan yang
( 106 )
akan terjadi. Karena itu tiada dapat mereka dengan kemelaratan sesudah mati. Ketika ia menuruti hawa nafsu
Inilah
arti agama dan akal serta pengaruh kedua nya untuk menilaikan yang
wajib itu. jikalau tidaklah takut kepada siksaan dengan. Meninggalkan
apa yang di suruh maka tidak adalah yang wajib itu menetap. Karena tak
adalah arti wajib itu, kecuali ada hubungan kemelaratan di akhirat denga
meninggalkannya.
KESEMBILAN
Bahwa
tidaklah mustahil pengutusan Nabi-Nabi as, sebaliknya bagi kaum Brahma
yang mengatakan bahwa tak adalah faedahnya mengutus Nabi Nabi itu karena
akal cukup mendapat kesempatan,terpa mereka. Sebab akal tidaklah
memperoleh petunjuk kepada perbuatan-perbuatan yang melepaskan di
akhirat. Sebagaimana tidaklah memperoleh petunjuk kepada obat-obatan
yang memberi faedah bagi kesehatan.
Kebutuhan
makhluk kepada Nabi-Nabi adalah seperti kebutuhan mereka kepada
dokter-dokter, tetapi di kenal kebenaran dokter dengan percobaan dan di
kenal kebenaran
( 107 )
Nabi dengan Mu’jizat.
KESEPULUH
Bahwa
Allah Ta’ala telah mengutus nabi Muhammad saw, kesudahan segala Nabi
dan pembatalan (nasikh) syari’at-syari’at sebelumnya. Syari’at Yahudi,
Nasrani dan majusi. Allah menguatkan Nabi Muhammad saw itu dengan
mu’jizat yang nyata dan tanda-tanda yang jelas seperti : terbelah bulan,
bertasbih batu, berbicara hewan dan terpancar air diantara jari-jari
Nabi Muhammad saw.
Diantara
tanda-tanda yang jelas ialah keagungan Al-Qu’an menghadapi tantangan
orang arab. Di mana orang-orang arab itu terkenal dengan fasih dan
lancar berbicara, bermaksud hendak menawan, menangkap, membunuh dan
mengusir nabi Muhammad saw, sebagaimana di ceritakan Allah tentang
tujuan mereka itu. tetapi mereka tidak mampu mendatangkan seperti
Al-Qur’an, karena tidak dalam kemampuan manusia terkumpul di antara
kebagusan susunan Al-qur’an dan teraturnya.
( 108 )
Serta
isinya Al-Qur’an dengan memberitakan berita-berita terdahulu, di mana
Nabi Muhamad saw adalah ummi (tak tahu tulis baca), tidak perna memegang
buku dan menceriterakan hal-hal yang ghoib mengenai keadaan-keadaan di
masa depan yang di yakini kebenarannya. Firman Allah Ta’ala (s. Al-Fatah
27) :
لتدخلن المسجد الحرام إن شاٰ الله اٰمنين محلقين رؤسكم و مقصرين
“Bahwa kamu akan memasuki masjid suci, jika Allah menghendaki, dengan perasaan tenteram, bercukur dan bergunting rambut.”
Dan firman Allah Ta’ala ( s. Ar-Rum 1-4) :
ألم (١) غلبت الروم (٢) في ادني الارض وهم من بعد غلبهم سيغلبون (٣) في بضع سنين
( 109 )
“Alif,
Lam, Mim. Di kalahkan kerajaan Rum. Di negeri yang dekat dan mereka
sesudah kalah itu akan menang lagi nanti. Dalam beberapa tahun.”
Cara
Mu’jizat menunjukkan dalil kepada kebenaran Rasul-Rasul itu ialah
tiap-tiap yang tidak di sanggupi oleh manusia, maka itu tak lain dari
pada af’al Allah semata.
Manakala
af’al itu menyertai dengan pertahanan atas kebenaran Nabi saw, maka itu
seakan-akan Allah berfirman : “Benar engkau! “ tak ubahnya seperti
seorang yang berdiri di hadapan raja, dengan mendakwakan dirinya kepada
rakyat bahwa dia adalah utusan raja itu kepada mereka.
Maka
manakala ia datang sembah kepada raja, jika ia benar maka sudilah
kiranya Tuanku bangun dari tempat duduk tiga kali dan sudilah kiranya
duduk di luar kebiasaan Tuanku.!
Maka
raja itu berbuat demikian, sehingga berhasillah bagi segala yang hadir
melihat itu pengetahuan dlarurri (pengetahuan mudah tanpa memerlukan
pemikiran). Maka perbuatan raja itu menunjukkan seakan-akan dia bersabda
: “Benar kamu!”
( 110 )
RUKUN KEEMPAT : Mengenai segala yang di dengar
(sam’iyyat) dan membenarkan
Nabi saw, tentang apa yang di
kabarkannya.
_______________________________
PERTAMA :
Kebangkitan
dan pengumpulan di hari mahsyar, telah datang agama memperdengarkan
keduanya dan itu adalah benar serta wajib membenarkannya, karena menurut
akal itu mungkin.
Arti
dari kebangkitan itu ialah, pengembalian hidup setelah mati, yang
demian adalah atas Qudrah Allah seperti pada permulaan kejadian. Allah
berfirman (s. Yasin 78-79) :
قال من يحي العظام وهي رميم. قل يحييها الذي أنشاها اول مرة
“Katanya : siapa yang akan dapat menghidupkan tulang-tulang yang telah hancur luluh?.
( 111 )
Katakanlah : yang menghidupkannya ialah yang menjadikannya pertama kali.”
Maka Allah memberi dalil dengan permulaan kepada pengembalian itu. firman Allah Ta’ala (s. Luqman 28) :
ما خلقكم ولا بعثكم الا كنفس واحدة
“Menciptakan dan membangkitkan kamu itu dari kubur hanyalah sebagai menciptakan seorang diri saja.”
Jadi, pengembalian itu adalah permulaan kedua, maka itu adalah mungkin seperti permulaan pertama.
KEDUA
Pertanyaan
dari Malaikat Munkar dan Nakir, telah datang beberapa hadits
memperdengarkannya, maka wajiblah membenarkannya, karena itu adalah
mungkin, karena tiada yang memerlukan untuk itu selain dari pengembalian
hidup kepada beberapa suku badan untuk dapat memahami pertanyaan yang
dimajukan.
( 112 )
Hal
itu dengan sendirinya mungkin dan tidak dapat di bantah oleh apa yang
kelihatan bahwa anggota tubuh mayat itu tetap saja dan kita tidak
mendengar pertanyaan itu.
Orang
tidurpun pada zhohornya tetap saja, sedang dia merasa dengan bathinnya
kesakitan dan kelezatan akan apa yang dirasakannya dari kesan di dalam
tidur ketika terbangun.
Adalah
Rasulullah saw mendengar kalam Jibril as, dan melihatnya, sedang
orang-orang yang ada di samping Rasulullah saw tidak mendengar dan
melihat nya. “mereka tiada mengetahui sesuatu dari pada ilmu Nya selain
dengan apa yang di kehendaki Nya.”
KETIGA
Adzab kubur, telah datang agama memperdenarkannya, firman Allah Ta’ala (s. Al-Mu’min 46)
النار يعرضون عليها غدوا و عشيا و يوم تقوم الساعة ادخلوا أل فرعون اشد العذاب
( 113 )
“
kepada mereka di nampakkan neraka pada pagi dan petang dan pada hari
terjadinya kiamat (di katakana kepada Malaikat) : masukkanlah fir’an dan
kaumnya dalam adzab yang sangat pedih.’
Dan telah terkenal dari Rasulullah saw, dan salaf yang shahih, di mana mereka berlindung dengan Allah dari pada ‘adzab kubur.
‘Adzab
kubur itu adalah mungkin, maka wajiblah membenarkannya, dan tidak
menjadi halangan dari pada membenarkannya oleh bercerai-berai anggota
tubuh mayat di dalam perut binatang buas, sebab apa yang di peroleh oleh
bagian-bagian tertentu dari binatang-binatang itu, yang merupakan
kesakitan ‘adzab, maka allah berkuasa mengembalikan perasan itu kepada
bagian dari tubuh tadi.
KEEMPAT
Neraca amal mizan atau timbangan. Timbangan amal itu benar, firman allah ta’ala (s. Al-Ambiya’ 47)
ونضع الموازين القسط ليوم القيمة
( 114 )
“Dan pada hari kiamat itu, kami tegakkan neraca yang betul.”
Dan firman Allah Ta’ala (s. Al-A’raf 8-9)
فمن ثقلت موازينه فاوليك هم المفلحون. ومن خفت موازينه فاوليك الذين خشروا أنفسهم بما كانوا بايتنا يظلمون
“Maka
barang siapa yang berat timbangan kebaikannya, itulah orang-orang yang
beruntung. Dan barang siapa yang ringan timbangan kebaikannya, itulah
orang-orang yang merugi dirinya sendiri, sebab mereka tidak mempercayai
keterangan-keterangan kami.”
Caranya
ialah, bahwa Allah menjadikan di dalam lembaran amal perbuatan,
timbangan mernurut amal itu pada sisi Allah, sehingga jadilah segala
amal perbuatan itu di ketahui oleh hamba itu, maka teranglah kepada
mereka keadilan Allah, tentang penyiksaan atau kelimpahan kema’afan dan
pergandaan pahala dari Allah.
( 115 )
KELIMA
Titian
(shirath), yaitu jembatan yang memanjang di atas neraka jahannam, lebih
halus dari pada rambut dan lebih tajam dari pada pedang.
Firman Allah Ta’ala (s. As-Shoffat 23-24) :
فاهدوهم إلي صراط الجحيم. وقوهم أنهم مسؤلون
“Maka
tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka, dan suruhlah mereka
berhenti (berdiri) karena sesungguhnya mereka akan di tanyai.”
Titian
itu adalah suatu yang mungkin, maka wajiblah membenarkannya. Karena
yang berkuasa menerbangkan burung di udara, niscaya kuasa pula
menjalankan manusia di atas titian itu.
( 116 )
KEENAM
Bahwa surga dan neraka adalah makhluk Allah. Firman allah (s. Ali “Imran 133) :
وسارعوا الي مغفرة من ربكم وجنة عرضها السموت والارض أعدّتْ للمتقين
“Dan
cepatlah menuju keampunan Allah dan memasuki surga yang lebarnya
seperti langit dan bumi, di sediakan untuk otang-orang yang memelihara
dirinya dari kejahatan.’
Maka firman Allah “disediakan” menunjukkan bahwa surga itu makhluk Allah. Maka haruslah di perlakukan secara zhohir. Karena tak ada kemustahilan padanya.
Tak
boleh di katakana bahwa tak ada faedahnya di jadikan surga dan neraka
itu sebelum hari pembalasan (hari akhir), karena Allah Ta’ala tidak di
tanyakan dari pada perbuatan Nya, sedang mereka (manusia) di tanyakan.
( 117 )
KETUJUH
Bahwa iman yang benar sesudah rasulullah saw ialah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian ‘Ali ra.
Dan
tak adalah sekali-kali ketentuan dari Rasulullah kepada seseorang iman
saja karena jikalau ada tentulah lebih jelas orang itu, yang di tegakkan
oleh kesatuan wali –wali negeri dan panglima-panglima tentara di dalam
negeri.
Dan
tidak tersembunyilah yang demikian,bagaimanakah tersembunyi ini? Dan
kalau tidak tersembunyi, maka bagaimanakah terbenam saja sehingga tak
ada berita kepada kita?.
Abu Bakar pun, tidaklah Dia menjadi imam, melainkan dengan pemilihan dan bai’ah.
KEDELAPAN
Bahwa
kelebihan para shahabat itu adalah menurut nama urutan mereka dalam
memegang pimpinan. Karena hakikat kelebihan itu ialah kelebihan pada
sisi Allah, dan itu tidak ada yang melihatnya selain Rasulullah saw.
( 118 )
Telah
bayak ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengandung pujian kepada mereka,
sesungguhnya yang mengetahui kelebihan yang halus-halus dan susunan
dari kelebihan itu ialah mereka yang menyaksikan wahyu dan turunnya
Al-Qur’an dengan pertanda-pertanda keadaan dari perincian yang meneliti.
Jikalau mereka tidak memahami yang demikian, maka mereka tidak menyusun
urutan seperti itu. karena mereka tidaklah di timpakan dengan cacian
orang yang mencaci tentang Allah dan tidaklah mereka di selewengkan oleh
penyeleweng dari kebenaran.
KESEMBILAN
Bahwa syarat-syarat untuk menjadi imam sesudah islam dan taklif (dewasa dan berakal) ada lima
- laki-laki
- Wara’
- Ilmu
- Kesanggupan
- Suku Quraisy
( 119)
Karena sabda Nabi Muhammad saw, : “Imam-imam itu dari Quraisy.”
Apabila
terdapat beberapa orang yang mempunyai sifat-sifat yang terdapat tadi.
Maka yang menjadi imam ialah orang yang mendapat kepercayaan dan
kesetiaan (bai’ah) dari jumlah terbanyak dari penduduk. Dan orang yang
menentang keputusan orang banyak itu adalah durhaka.
KESEPULUH
Bahwa
jikalau sukar terdapat sifat wara’ dan ilmu mengenai orang yang akan
memegang jabatan imam itu, sedang untuk menolaknya menimbulkan kekacauan
yang sukar di atasi, maka putuskanlah sah dalam pengangkatannya ia
menjadi imam, karena kita. Dari pada menimbulkan kekacauan dengan
menggantikan nya itu. maka kemelaratan yang di hadapi kaum muslimin
adalah lebih banyak dari pada kekurangan yang timbul lantaran
syarat-syarat yang menyakinkan akan bertambahnya kemuslihatan itu. maka
tidaklah di bongkar pokok kemuslihatan lantaran mengharap
kelebihan-kelebihan yang datang dari kemuslihatan itu. seumpam orang yamg membangun istana lalu membongkar
( 120 )
kota. Dan diantara kita menetapkan dengan kekosongan negeri tidak ada imam dan dengan kerusakan hukum. Dan itu adalah mustahil.
Kita
menetapkan dengan berjalannya hukum orang-orang pendurhaka di dalam
negerinya, karena di pandang perlu, maka bagaimana pula kita tidak
menetapkan dengan sah menjadi imam ketika hajat dan di perlukan.
Kiranya
Allah meluruskan perjalanan kita dengan taufiqNya dan menunjukkan kita
kepada kebenaran dan menyakinkani kebenaran itu dengan ni’mat keluasan
kemurahan dan karuniaNya.
( 121)
|
IMAN DAN ISLAM,HUBUNGAN
DAN PEMISAHAN DIANTARA KE
DUANYA
Mengenal iman dan islam, ada tiga masalah :
MASALAH I
Berbeda
pendapat para ahli agama, mengenai islam, apakah islam itu iman atau
lain dari iman, jika lain adakah islam itu berpisah dari iman, di mana
islam itu ada tanpa iman, atau islam itu berhubungan rapat dengan iman.
Di mana dia mengikuti akan iman?.
Ada yang mengatakan bahwa keduanya itu satu. Ada
yang mengatakan bahwa keduanya adalah dua benda yang tidak berhubungan.
Dan ada yang mengatakan bahwa keduanya adalah dua benda, tetapi
berhubungan satu sama lain.
( 122 )
A. MENURUT BAHASA
Yang benar menurut bahasa ialah, iman itu ibarat dari pada membenarkan, firman Allah Ta’ala (s. Yusuf 17) :
وما أنت بِمُؤْمِنٍِ لَنَا
“Dan engkau tentu tidak akan beriman (percaya) kepada Kami.”
Dan islam adalah ibarat menyerah dan tunduk dengan yakin, patuh, tidak melawan, tidak enggan dan tidak menentang.
Untuk membenarkan itu, mempunyai tempat khusus yaitu hati, dan lidah adalah pengalih bahasa dari hati.
Adapun
menyerah maka itu umum, pada hati, lidah dan anggota badan, tiap-tiap
pembenaran dengan hati adalah menyerah, tanpa enggan dan ingkar, begitu
pula pengakuan dengan lidah, begitu pula tha’at dan tunduk dengan
anggota badan.
( 123 )
Maka
menurut bahasa, islam itu lebih umum dan iman itu lebih khusus. Iman
adalah ibarat dari bagian yang termulya dari islam. Jadi tiap-tiap
membenarkan adalah menyerah dan tidaklah tiap-tiap menyerah itu
membenarkan.
- MENURUT AGAMA
Yang
benar adalah bahwa agama telah tampil memakai kedua-duanya dalam satu
pengertian dan beriring-iringan, dan tampil pula di dalam pengertian
yang berlainan dan di dalam pengertian yang masuk satu pada lainnya.
Adapun yang dalam suatu pengertian firman Allah Ta’ala (s. Adz-Dzariyat 35-36) :
فَأخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيْهَا مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ . فَمَا وَجَدْنَا فِيْهَا غَيْرَ بَيْتٍِ مِّنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Lalu Kami keluarkan orang-orang beriman yang ada di sana, tetapi kami tidak dapati di sana selain dari sebuah rumah orang yang islam (tunduk kepada Tuhan).”
( 124 )
Dan telah sepakat, tidak ada disitu selain satu rumah, firman Allah Ta’ala (s. Yunus 84) :
يَاقَوْمُ إنْ كُنْتُمْ أَمَنْتُمْ بِالَّلهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوْا إِنْ كُنْتُمْ مُّسْلِمِيْنَ
“ Hai kaumku! Kalau kamu beriman kepada Allah, hendaklah kepada Nya kamu mempercayakan diri kalau kamu benar-benar orang islam.”
Didirikan islam atas lima,
yaitu : mengucapkan dua kalimah syahadad, mendirikan sholat, menunaikan
zakat, puasa di bulan romadhan dan naik haji ke baitullah.
Pada suatu hari datanglah pertanyaan kepada Nabi saw, tentang iman, maka Nabi Muhammad saw menjawab dengan yang lima itu.
Adapun pengertian yang belainan, firman allah Ta’ala (s. Al-Hujurat 14) :
قَالَتِ اْلأَعْرَابُ أَمَنَّا قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلَكِنْ قُوْلُوْا أسْلَمْنَا
( 125 )
“Orang-orang A’rab (orang-orang dusun) itu berkata : kami beriman, katakana : kamu belum beriman, tetapi katakanlah bahwa kamu islam (tunduk).” Artinya kami telah menyerah pada zhohir.
Maka
yang di maksud dengan iman disini ialah membenarkan hati saja dan
dengan islam ia menyerah pada zhohir dengan lidah dan anggota tubuh.
Maka Jibril as, bertanya kepada Nabi saw, tentang iman, maka Nabi saw menjawab : “bahwa
engkau percaya dengan allah, malaikat Nya, kitab-kitab Nya,
Rasul-rasulNya, hari akhirat, kebangkitan setelah mati, hisab amalan dan
taqdir baik dan buruknya.
Kemudian Jibril as, bertanya lagi : “Apakah islam itu?.” maka Nabi Muhammad saw menjawab dengan menyebut yang lima itu.
Maka di ibaratka disini dengan islam, yaitu penyerahan secara zhohir dengan perkataan dan perbuatan.
Adapun yang masuk satu kepada yang lainnya (at-tadkhul) sebagaimana yang telah di riwayatkan bahwa Nabi saw di tanya : “amalan apakah yang paling utama?”
( 126 )
Maka Nabi saw menjawab : “ islam”
Bertanya lagi : “islam manakah yang paling utama?”
Maka Nabi saw menjawab : “ iman”
Hadits
ini menunjukan kepada adanya perbedaan dan adanya bermasuk-masukkan.
Dan itu adalah lebih sesuai bagi pemakaian di dalam bahasa, karena iman
adalah lebih sesuai bagi pemakaian di
dalam bahasa, karena iman adalah salah satu dari pada perbuatan dan
imanlah yang paling utama dari pada nya. Dan islam itu ialah menyerah,
adakalahnya dengan hati, adakalahnya dengan lidah dan adakalahnya dengan
anggota badan. Dan yang paling utama ialah yang dengan hati, yaitu
membenarkan yang di amai iman.
C. MENURUT HUKUM SYARIAT
Islam dan iman itu keduanya adalah mengenai hukum akhirat dan hukum dunia.
Adapun
hukum akhirat, maka dialah yang mengeluarkan kita dari api neraka dan
mencegah kita kekal di dalamnya, Nabi Muhammad saw bersabda :
( 127 )
يُخْرِجُ مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرةٍِ مِن إِيْمَان
“Akan keluar dari api neraka, siapa yang ada di dalam hatinya seberat biji sawi dari pada iman.”
Telah
berselisih pendapat di antara ahli agama. Mengenai hukum ini,
berdasarkan kepada apa?. Mereka memajukan pertanyaan tentang itu dengan
kata-kata “Apakah iman itu?”
ada yang mengatakan bahwa iman itu semata-mata ikatan dengan hati, ada
yang mengatakan bahwa iman itu ikatan dengan hati dan pengakian dengan
lidah, dan ada yang mengatakan dengan menambah yang ketiga yaitu
mengerjakan denan anggota badan.
TINGKAT KE I
Mengumpulkan tiga perkara tadi, maka tidak ada perselisihan lagi bahwa tempatnya di dalam surga.
TINGKAT KE 2
Ialah terdapat dua dan sebagian dari yang ketiga, yaitu :
( 128 )
Perkataan, ikatan dengan hati dan sebagian amal perbuatan,
TINGKAT KE 3
Bahwa ada pembenaran dengan hati dan pengakuan dengan lidah dan tidak berbuat amal dengan anggota badan.
TINGKAT KE 4
Bahwa
adanya pembenaran itu dengan hati, sebelum di ucapkan dengan lidah atau
di kerjakan dengan anggota badan, lalu dia mati, maka di katakana ;
“Dia itu mati sebagai mu’min.” Nabi Muhammad saw bersabda :
يُخرجُ مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَال ذَرةٍِ مِنَ الاِيْمَانِ
“Akan keluar dari neraka, orang-orang yang ada di dalam hatinya seberat biji sawi dari pada iman.”
TINGKAT KE 5
Bahwa membenarkan dengan hati dan mendapat kesempatan waktu sebelum mati untuk mengucapkan dua –
( 129 )
Kaliamh
syahadat serta mengetahui akan wajib nya, tetapi tidak di ucapkannya,
maka dalam hal ini mungkinlah dijadikan ke engganannya dari pada
mengucapkan itu seperti keengganannya dari pada mengerjakan sholat lalu
kita katakana bahwa dia itu mu’min, tidak kekal dalam neraka.
Iman
: ialah pembenaran semata dan lisan ialah penterjemah bagi iman, maka
haruslah iman itu ada dengan sempurna sebelum lisan, sehingga di
terjemahkan oleh lisan.
Ini
jelas benar, karena tidaklah yang menjadi pegangan selain mengikuti apa
yang di kandung oleh kata-kata yang di ucapkan oleh lisan, bahwa iman
ialah ibarat dari pada membenarkan dengan hati.
Dan
tidaklah iman itu hilang dari hati dengan diam mengucapkan yang wajib
itu, sebagaimana tidak hilang dengan berdiam diri dari pada perbuatan
yang wajib.
TINGKAT KE 6
Bahwa mengucapkan dengan isan :
لاَإِلَهَ إِلاَّاللّه مُحَمَّدَ رسُوْلُ اللّه
( 130 )
Tetapi
tidak membenarkan dengan hati, maka orang itu menurut hukum akhirat
termasuk orang kafir dan kekal di dalam neraka. Dan tidak ragu
mengatakan bahwa pada hukum dunia yang berhubungan
dengan iman dan wali, orang itu termasuk orang islam karena isi hatinya
tidak se orangpun mengetahuinya. Dan kita harus menyangka bahwa apa
yang di ucapkannya dengan lisannya, tidak lain dari yang terlipat di
dalam lipatan hati.
MASALAH KE II
Kalau
ada mengatakan bahwa ulama’ terdahulu (ulama’ salaf) telah sepakat
bahwa iman itu bertambah dan berkurang, bertambah dengan tha’at dan
berkurang dengan ma’siat. Apabila pembenaran (tashdiq) itu iman maka
tidaklah tergambar padanya berlebih dan berkurang.
Bahwa
ulama’ salaf itu adalah saksi-saksi yang adil, tidak ada sepatahpun
dari pada perkataan mereka yang menyeleweng. Apa yang mereka sebut itu
benar. Hanya persoalannya ialah pada memahaminya.
( 131)
Pada
perkataan ulama’ salaf itu, menunjukan bahwa amal perbuatan tidaklah
sebagian dari pada iman dan sendi-sendi adanya. Tetapi adalah tambahan
kepadanya. Di mana iman itu bertambah denga adanya, yang bertambah itu
ada yang berkurangpun ada. Dan sesuatu itu tidaklah bertambah dengan
dirinya sendiri. Maka tidak boleh di katakana bahwa manusia itu
bertambah kepalanya. Tetapi di katakana : bertambah janggutnya dan
gemuknya, dan tidak boleh di katakana bahwa sholat itu bertambah dengan
ruku’ dan sujud, tetapi bertambah dengan adab dan sunah-sunah.
Bahwa iman adalah nama yang bersekutu, dipakai dari tiga segi :
PEMAKAIAN PERTAMA
Dipakai
untuk membenarkan dengan hati, atas jalan I’tiqad tanpa pembukaan dan
pelapangan dada, yaitu iman orang awam selain dari orang-orang tertentu
(orang-orang khawwash).
I’tiqad ini adalah suatu ikatan pada hati, sekali erat dan kuat, sekali lemah dan luntur.
( 132 )
PEMAKAIAN KE DUA
Bahwa yang di maksud dengan iman itu ialah pembenaran dan amal perbuatan, seperti sabda Nabi Muhammad saw :
أَلاِْيْمَانُ بِضع وَسَبْعُوْنَ بَاباًَ
“Iman itu lebih tujuh puluh pintu.”
Apabila
masuklah perbuatan dalam maksud kata-kata iman. Maka tidak tersembunyi
bertambah dan berkurang iman itu. adakah membekas yang demikian pada
bertambahnya iman yang semata-mata artinya pembenaran.
PEMAKAIAN KE TIGA
Bahwa
yang di maksud dengan iman itu, pembenaran keyakinan atas jalan kasyaf
(terbuka hijab). Tebuka dada dan bermusyahadah dengan nur matahari,
Ini
adalah bagian yang terjauh dari pada menerima bertambahnya iman itu.
tetapi bahwa urusan keyakinan yang tak ada ragu padanya, adalah berbeda
ketetapan hati kepadanya.
( 133 )
Maka
tidaklah ketetapan hati tentang dua lebih banyak dari satu, seperti
ketetapannya tentang alam itu di jadikan, lagi baharu, meskipun tak ada
keraguan mengenai suatupun dari pada kedua contoh tadi, tetapi keyakinan
itu berbeda tentang tingkat kejelasan dan ketetapan hati kepadanya.
Dan
telah jelas pada segala pemakaian kata-kata iman itu. bahwa apa yang
dikatakan mereka dari hal bertambah dan berkurang nya iman, adalah
benar, sebagaimana tidak.
MASALAH KE III
Kalau anda bertanya : Apakah caranya perkataan ulama’ salaf : “ Saya seorang mu’min insyaAllah ( jika di kehendaki Allah ).” Sebab kata-kata bersyarat atau istisna’ itu (jika di kehendaki Allah) adalah keraguan.
Dan
keraguan di dalam ke imanan itu kufur, dan ulama’-ulama’ salaf semuanya
adalah tidak mau menjawab tegas dengan ke imanan dan mereka itu sangat
berhati-hati dari padanya.
( 134 )
Sufyan Ats-Tsuri berkata : barang
siapa mengatakan “saya mu’min pada Allah” maka dia itu termasuk orang
yang berbohong. Dan barang siapa mengatakan “saya mu’min
sebenar-benarnya,” maka dia itu bid’ah.
Maka
bagaimana dia bohong, padahal dia mengetahui bahwa dia seorang mu’min
pada dirinya ? barang siapa mu’min pada dirinya maka adalah dia mu’min
pada Allah. Seumpama : orang yang suka menolong dan pemurah pada dirinya
dan ia mengetahui, akan demikian. Niscaya adalah dia demikian pula pada
Allah, demikian juga orang yang bergembira atau berduka atau mendengar
atau melihat.
Jika seseorang di tanya : “apakah saudara hewan ? tentu saja tidak baik ia menjawab : saya hewan insya Allah.”
Tatkala Sufyan Ats-Tsuri berkata yang demikian, lalu di tanyakan kepadanya : jadi apakah yang kami katakana ?. Sufyan Ats-Tsuri menjawab :” katakanlah, kami beriman dengan Allah dan apa yang di turunkan kepada kami.”
Jadi, apakah bedanya antara dia mengatakan : “ kami beriman dengan Allah dan apa yang di turunkan kepada kami.” Dan dia mengatakan : “Aku mu’min.”
( 135 )
Al-Hasan di tanya : “Apakah engkau mu’min?.” Al-Hasan menjawab : “Insya Allah.”
Lalu Al-Hasan di tanya : “mengapa engkau membuat bersyarat mengenai iman. Hai Al-Hasan?.”
Al-Hasan menjawab: “Aku takut mengatakan “ya” nanti Allah mengatakan, engkau bohong hai Hasan!. Maka berhaklah atas diriku ‘azab.”
Seterusnya Al-Hasan berkata:
“Apakah yang memberikan kepercayaan bagiku, bahwa Allah telah melihat
padaku sebagian dari pada yang di benciNya. Maka di kutukiNya aku. Kemudian Ia berfirman: “pergilah! Aku tidak menerima amalanmu.” Maka aku telah berbuat amalan pada bukan tempatnya.
Apakah
arti segala kata-kata bersyarat ini ?. jawabnya, bahwa kata-kata
bersyarat ini benar. Mempunyai empat segi. Dua segi bersandar kepada
keraguan, tidak pada pokok ke imanan, tetapi pada kesudahan atau
kesempurnaan dari iman itu. dan dua segi lagi tidak bersandar kepada
keraguan.
( 136 )
SEGI PERTAMA
Yang
tidak bersandar kepada menentang keraguan, ialah menjaga keyakinan,
karena di takuti dari pada sifat mengakui diri sudah bersih. Firman
Allah Ta’ala (s. An-Najm 32) :
فَلاَ تُزَكُّوْا أَنْفُسَكُمْ
“Jaganlah kamu menganggap dirimu orang bersih.”
Dan firman Allah Ta’ala (s. An-Nisaa’ 49) :
أَلَمْ تَرَ إِلَي الَّذِيْنَ يُزَكُّوْنَ أَنْفُسَهُمْ
“Tidaklah engkau perhatikan orang-orang yang menganggap bersih dirinya sendiri.”
Firman Allah Ta’ala (s. An-Nisaa’ 50) :
أُنْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُوْنَ عَلَي اللّه اْلكَذِبَ
“Perhatikanlah bagaimana mereka membuat kedustaan terhadap Allah.”
( 137 )
Seorang ahli hikma (Al-Hakim) berkata: “ Kebenaran yang keji itu adalah manusia yang memuji dirinya.”
Iman itu termasuk diantara sifat kemuliaan yang
tinggi. Keyakinan dengan iman itu adalah pembersihan diri secara
mutlak. Membuat kata-kata bersyarat pada iman, seolah-olah memindahkan
dari pengertian pembersihan yang biasa di pakai. Seumpama di tanya
kepada seorang: “apakah kamu dokter? Ataukah kamu seorang ahli fiqih? Ataukah kamu seorang ahli tafsir?.”
Lalu dia menjawab: “Ya, insyaAllah!.” Bukanlah untuk menunjukkan ada keraguan, tetapi untuk mengeluarkan diri dari pengakuan, diri bersih.
Kata-kata
ini memang kata-kata yang menunjukkan kepada keraguan-keraguan dan
kelemahan dari segi bunyinya. Tetapi maksuknya adalah untuk melemahkan
salah satu dari pada apa yang mungkin timbul dari kata-kata itu. yaitu:
merasa diri bersih.
Dengan pena’wilan ini, kalau di tanya mengenai sifat yang tercela, maka tidak baik di buat kata bersyarat.
( 138 )
SEGI KEDUA
Beradap
sopan dengan mengingat Allah (berdzikir kepada Allah) dalam segala hal
serta mengembalikan seluruh persoalan kepada kehendakNya.
Sesungguhnya Allah telah mengajarkan adab kesopanan kepada Nabi Nya, firman Allah Ta’ala (s. Al-Kahf 23-24) :
وَلاَ تَقُوْلَنَّ لِشَاْْْْيءٍِ إِنِّي فَاعِلٌُ ذَلِكَ غَدََا. إِلاَّ أَنْ يَشَأَ الله
“Janganlah
engkau mengatakan dalam sesuatu hal, bahwa aku akan mengerjakan itu
besok, melainkan dengan alasan, jika Allah menghendaki.”
Dan firman Allah Ta’ala (s. Al-Fatah 27) :
لَتَدْخُلَنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَام إِنْ شَأَ الله أٰمِنِيْنَ مُحَلِّقِيْنَ رُؤسَكُمْ وَمُقَصِّرِيْنَ
“Sesungguhnya
kamu akan memasuki masjid suci (masjidil harom), jika Allah
menghendaki, dengan perasaan tentram, bersyukur dan bergunting rambut.”
( 139
Allah
maha mengetahui bahwa kaum muslimin akan masuk, tidak boleh tidak,
karena Dia yang menghendakinya. Tetapi maksudnya adalah mengajari Nabi
dengan demikian, dari itu Nabi saw beradab bersopan santun dalam segala
hal yang di beritakan pada Nya,baik hal yang sudah di maklumi atau yang
masih di ragukan. Sehingga kalau Ia memasuki tanah pekuburan, lalu
mengucapkan:
أَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍِ مُؤْمِنِيْنَ وَ إِناَ إِنْ شَأَ الله بِكُمْ لاَحِقُوْنَ
Mengikuti
mereka yang sudah meninggal itu tidaklah di ragukan lagi, tetapi
menurut adab kesopanan meminta mengingat Allah dan mengikatkan segala
sesuatu kepadaNya. Dan kata-kata Insya Allah itu menunjukan kepada yang
di maksud tadi, sehingga menjadi terkenal pemakaiannya sekarang. Sebagai
tanda kegembiraan dan pengharapan.
Kalau seseorangberkatakepada anda ; “si fulan sembuh dari sakitnya.” Lalu anda menjawab : “Insya Allah.” Maka itu berarti kegembiraan, sehingga jadilah kalimah Insya Allah berkisar dari arti keraguan kepada arti kegembiraan.
( 140 )
SEGI KETIGA
Adalah
sandarannya keraguan, artinya : saya mu’min sebenarnya Insya Allah.
Firman Allah kepada golomgan tertentu, kepada diri mereka itu sendiri.
أُوْلَئِكَ هُمْ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًَّا
“Itulah orang-orang yang sebenarnya beriman ( s. Al-Anfal 4 ).”
Maka mereka terbagi kepada dua bagian. Dan ini kembali kepada keraguan mengenai kesempurnaan iman. Tidak mengenai pokok iman.
Tiap-tiap manusia ragu mengenai kesempurnaan imannya.dan itu tidaklah membawa kepada kufur.
Ragu mengenai kesempurnaan iman adalah benar dari dua segi :
PERTAMA
: Dari segi bahwa nifaq itu menghilangkan kesempurnaan iman. Dan nifaq
adalah tersembunyi. Takdapat di pastikan terlepas dari padanya.
( 141 )
KEDUA : Dari segi bahwa iman itu sempurna dengan amalan-amalan tho’at dan amalan itu tiada di ketahui adanya dengan sempurna.
Mengenai amalan perbuatan firman Allah Ta’ala (s. Al-Hujurat 15) :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ
يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيْلِ
اللهِ أُوْلئكَ هُمْ الصَّدِقُوْنَ
“Orang-orang
yang sebenarnya beriman itu hanyalah mereka yang percaya kepada Allah
dan Rasul Nya, kemudian itu tidak perna ragu-ragu dan mereka berjuang di
jalan Allah dengan harta dan dirinya, itulah orang-orang yang benar.’
Maka terdapatlah keraguan pada “yang benar”. Begitu pula firman Allah Ta’ala (s. Al-Baqoroh 177) :
وَلَكِنَّ اْلبِرَّ مَنْ أٰمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ اْلاٰخِرِ وَاْلمَلٰئِكَةِ وَاْلكِتَبِ وَ النَّبِيِّنَ
( 142 )
“Tetapi kebaikan ialah kebaikan 0rang yang beriman kepada Allah, hari akhir, Malaikat-Malaikat, kitab-kitab dan Nabi-nabi,’
Dan firman Allah Ta’ala (s. Al-Mujadalah 11) :
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ أَٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوْا العِلْمَ دَررَجٰتٍِ
“Allah
akan mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang
yang di beri ilmu pengetahuan kepada derajat yang tinggi.”
Dan firman Allah Ta’ala (s. Al-Hadid 10) :
لاَيَسْتَوِيْ مِنْكُمْ مَّنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَ قَاتَلَ
“Tiada sama di antara kamu, orang yang membelanjakan hartanya dan berperang sebelum kemenangan.”
( 143 )
Dan firman Allah Ta’ala (s. Ali-Imron 163) ;
هُمْ دَرَجٰتٌُُ عِنْدَ اللهِ
“Tingkatan mereka berbeda-beda di sisi Allah.”
SEGI KE EMPAT
Yaitu
bersandar juga kepada keraguan, yang demikian itu, karena takut kepada
buruk kesudahan (suul khotimah), karena tak ada yang tahu, apakah iman
nya itu selamat ketika mati atau tidak. Jika khatimah nya itu di sudahi
dengan kufur, maka binasalah amalannya yang lalu, karena itu terletak
pada keselamatan akhir.
Kalau
di tanya seseorang yang berpuasa pada pagi hari, tentang shah puasanya
di hari itu, maka dia menjawab : “ saya benar-benar berpuasa !” jika dia
berbuka tengah hari sesudah itu, maka nyatalah bohongnya. Karena
shahnya puasa itu adalah terletak pada kesempurnaan puasa sampai
terbenam matahari pada akhir siang itu.
( 144 )
Bagaimana
siang itu menjadi tempat bagi kesempurnaan puasa. Maka umur adalah
tempat bagi kesempurnaan shah iman. Dan menyifatkan shah nya sebelum
berakhir hari itu. di dasarkan akan terus bersambung dari yang sudah
ada. Adalah di ragukan, dan bagaimana kesudahannya, di kuatiri.
Dari
itu, menangislah kebanyakan orang-orang yang takut, karena kesudahan
(Al-Khatimah) itu adalah buah dari qodlo yang dahulu dan kehendak yang
azali. Yang tidak lahir selain dengan lahirnya apa yang di qodlo kan
dan tak ada jalan untuk mengetahuinya bagi seorang pun dari manusia.
Maka takut kepada al-khatimah adalah seperti takut kepada yang lampau.
Kadang-kadang zhohor apa yang telah ada dahulu berlawanan dengan yang
sekarang. Siapakah yang tahu, kiranya dia termasuk diantara orang-orang
yang telah ada dahulu. Kebaikan baginya dari pada Allah Ta’ala.
Ada orang yang mengatakan mengenai arti firman Allah Ta’ala. (s. Qof 19) :
وَجَأَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِاْلحَقِّ
( 145 )
“Datanglah sakratul maut dengan sebenarnya.”
Maksudnya, dengan yang dahulu, maka sakratul maut itu melahirkan yang dahulu itu.
Setengah ulama’ salaf berkata : “ sesungguhnya di timbang dari pada amalan itu khatimahnya.”
Abu Darda r.a. bersumpah ; “ Demi Allah, tiada seorang pun yang merasa tentram dari pada imannya di cabut, melainkan di cabutlah imannya itu.”
Ada yang mengatakan bahwa sebagian dari pada dosa itu ialah dosa yang siksaannya “buruk kesudahan.” (su-ul khotimah).
TELAH TAMMAT KITAB INI, DENGAN PUJIAN KEPADA ALLAH TA’ALA DAN ROHMATNYA KEPADA JUNJUNGAN KITA NABI MUHAMMAD DAN KEPADA SEKALIAN HAMBA NYA YANG PILIHAN.
GHOZALI IBRAHIM ( RAZALI )